Kita
telah melihat sejarah Ibadat Harian, berdoa dalam irama waktu tertentu.
Dan kini kita mencoba merangkum nilai spiritualitas Ibadat Harian
tersebut :
Doa Ibadat Harian adalah Doa Penyucian Waktu.
Secara
harfiah Ibadat harian berarti ibadat Waktu, ibadat menurut irama waktu.
Maksudnya ialah agar pada saat-saat tertentu – pagi, siang, sore,
sebelum tidur – si pendoa mempersatukan diri dengan Kristus, Sang
Pendoa, dalam ibadat pujian dan permohonan. Berdasarkan tradisi
kristiani yang telah beradab-abad umurnya, Ibadat Harian disusun
sedemikian rupa, sehingga seluruh waktu dan malam disucikan dengan
pujian kepada Allah (SC 84). Waktu adalah milik Allah yang dianugerahkan
kepada manusia. Di dalam waktu manusia ada, dan berkarya. Dalam waktu
kita bergumul, bergulat antara kebaikan dan kejahatan. Waktu yang
dianugerahkan Allah kerap tercemari oleh dosa-dosa kita, silih dan
pemulihan perlu dilakukan sembari memohon kekuatan Tuhan untuk menhidupi
waktu.
Sebagaimana telah kita lihat, jejak
doa penyucian waktu ini sangat menonjol baik dalam Perjanjian Lama (bdk
mzm 5, 88, 119, Kel 29:38-39, dll) – maupun dalam Perjanjian Baru (bdk
Kis10:3, 9; 16:25, etc; Kis 10:9-49 ; Kis 4:23-30) sebagai penerusan
tradisi Judaime yang “dikristenkan” oleh Jemaat Perdana. (Bdk 1 Tes 1:2;
Kol 3:16-17; Ef 5:18-20; Flp 2:6-11). Jadi bukan “rekayasa” Gereja
Katolik.
Nasehat Kristus agar kita selalu berdoa tanpa kendur
(Luk 18:1) ditanggapi Gereja dengan setia melalui perayaan Ekaristi
sebagai puncak doanya dan dalam ibadat-ibadat bersama serta
devosi-devosi yang dipanjatkan oleh seluruh umat beriman. Dan terlebih
dalam Doa Ibadat Harian – yang di antara upacara-upacara liturgi
lainnya, menurut tradisi Kristen – mempunyai kekhususan untuk menyucikan
seluruh lingkaran hari dan malam (SC 83-84).
Dengan demikian seluruh karya umat beriman disucikan oleh dan bagi Allah melalui Ibadat Harian :
“Pendarasan
Ibadat Harian, sedapat mungkin hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan
hidup dan doa pribadi sehingga seperti yang diberikan dalam Instruksi
Umum, ritme dan melodi hendaknya digunakan, dan bentuk-bentuk perayaan
supaya dipilih yang lebih sesuai dengan kebutuhan rohani dari mereka
yang mendoakannya. Jika doa Ofisi ilahi menjadi doa yang sungguh-sungguh
bersifat pribadi maka hubungan antara liturgi dan seluruh hidup
kristiani menjadi lebih jelas. Seluruh hidup orang beriman, dari saat ke
saat, siang maupun malam, menjadi semacam leitourgia atau kebaktian
umum, dalam mana kaum beriman menyerahkan diri untuk pelayanan kasih
kepada Allah dan sesama, dengan menyatukan diri mereka pada tindakan
Kristus, yang melalui hidup-Nya dan pengorbanan diri-Nya menguduskan
hidup seluruh umat manusia” (Bina Liturgia 2F : Konstitusi Apostolik
"Madah Pujian" dan Pedoman Ibadat Harian)
Ibadat Harian Sebagai Doa Kristus : Kristus Berdoa Kepada Bapa
Yesus
Kristus, Sang Sabda yang menjelma mengambil kodrat manusia, datang ke
dunia sebagai imam perjanjian baru dan kekal. Dalam hati Kristus, pujian
kepada Allah menggema dan terungkap dalam bahasa manusia sebagai sembah
sujud, pemulihan dan doa permohonan atas nama dan demi kepentingan
semua orang.
Injil suci kerap kali mengisahkan Yesus sedang
berdoa : tatkala perutusanNya diumumkan oleh Bapa (Luk 3:21-22), sebelum
Dia memanggil para rasul (Luk 6:12), tatkala membagi-bagikan roti (Mat
4: 19, 15:36, dll), saat penampakkan diriNya di atas gunung (Luk
9:28-29), ketika menyembuhkan orang bisu tuli (Mrk 7:34), saat
menghidupkan kembali Lazarus (Yoh 11:41,dst), sebelum menerima pengakuan
Petrus (Luk 9:18), ia mengajar para murid berdoa (Luk 11:1), ketika
para murid kembali dari tugas mereka (Mat 11:25), ketika memberkati
anak-anak (Mat 19:13), Ia berdoa untuk Petrus (Luk 22:32).
Hidup
Yesus sehari-hari selalu berhubungan erat dengan doa – bahkan mengalir
daripadanya: Ia pergi ke padang gurun atau menyendiri di atas gunung
untuk berdoa (Mrk 1:35, Luk 5:16 lih Mat 4:1, Mat 14:23), ketika Ia
bangun pagi-pagi benar (Mrk 1:35) atau berjaga sampai larut malam (Mat
14:23.25 ; Mrk 6:46,dst). Yesus pun menghargai “kebiasaan” (baca:
tradisi) doa bersama di rumah ibadat pada hari Sabat (Luk 4:16) dan juga
di kenisah yang disebutNya sebagai rumah doa (Mat 21:13). Dan tentunya,
Ia juga melakukan doa-doa pribadi setiap hari menurut kebiasaan orang
Israel : pada perjamuan makan (Mat 14:19 ; 15:36), pada perjamuan
terakhir (Mat 26:26) pada perjamuan di Emaus (Luk 24:30) – begitu pun
dia mengucapkan madah bersama para murid (Mat 26:30). Bahkan hingga
akhir hidupNya, ketika sengsara mendekat (Yoh 12:27,dst), saat sakratul
maut (mat 26:36-44), ketika meregang nyawa di kayu salib (Luk 23:34-36 ;
Mat 27:46; Mrk 15:34) – Ia tetap berdoa.
Yesus menunjukkan bahwa
doa menjiwai seluruh tugas pelayananNya sebagai Almasih sampai wafat
dan kebangkitanNya. Dan kemudian setelah bangkit dari alam maut, Ia
hidup dan berdoa untuk kita selamanya (Ibr 7:25).
Ibadat Harian Sebagai Doa Gereja : Gereja Melanjutkan Doa Kristus dalam Roh Kudus
Doa
yang dipanjatkan Yesus tersebut dilanjutkan oleh Gereja dalam Roh
Kudus, Roh Kristus sendiri. Dalam Ibadat harian, Gereja melaksanakan
tugas imamat Kristus dan tak henti-hentinya menyampaikan kepada Allah
kurban pujian, yaitu ucapan mulut untuk kemuliaan nama Allah (Ibr
13:15). Doa Ibadat Harian merupakan “suara mempelai, yang berbicara
dengan pengantinnya”, bahkan merupakan doa Kristus bersama tubuhNya
kepada Bapa (SC 84). Jadi semua orang yang merayakan Ibadat Harian,
melaksanakan tugas Gereja dan sekaligus mengambil bagian dalam
kehormatan mempelai Kristus, sebab dalam memuji Allah, mereka berdiri di
depan tahta Allah atas nama ibu Gereja. (SC 71).
Dengan
menyampaikan pujian kepada Allah dalam Ibadat Harian, Gereja
menggabungkan diri pada pujian yang dinyanyikan di surga sepanjang masa
(SC 83). Dan sekaligus Gereja sudah menikmati pujian surgawi yang
dilukiskan dalam Kitab Wahyu, yang dengan tak henti-hentinya menggema di
depan tahta Allah dan Anak Domba. Dengan berdoa, hubungan kita dengan
Gereja Surgawi menjadi nyata, yaitu apabila “kita bersama-sama melagukan
pujian Allah yang mahaagung dengan gembira, dan apabila kita semua dari
segala suku, bahasa dan bangsa, yang telah ditebus dalam darah Kristus
(Lih. WHY 5:9) dan dihimpunkan dalam satu Gereja, Memuliakan Allah
Tritunggal dengan satu lagu pujian” (LG 50; bdk. SC 8 dan 104).
Gereja
mengantar manusia kepada Kristus, bukan hanya dengan cinta kasih,
teladan dan karya tobat, melainkan juga dengan doanya (lih. PO 6).
Dengan demikian cara hidup Gereja mengungkapkan dan memaklumkan kepada
orang-orang lain “misteri Kristus dan hakikat Gereja yang sebenarnya,
yaitu sebagai Gereja yang tampak namun penuh dengan anugerah yang tak
tampak, yang sangat aktif namun juga kontemplatif, yang berada di
tengah-tengah dunia namun juga dalam perjalanan”. (SC 2). Dan semua doa
serta permohonan yang haturkan ini bukan hanya seruan Gereja, melainkan
juga suara Kristus, sebab doa-doa itu diucapkan atas Nama Kristus, yaitu
“demi Yesus Kristus, Tuhan dan Pengantara kita”.
Ibadah harian
disusun sedemikian rupa sehingga seluruh kurun hari dan malam disucikan
dengan pujian kepada Allah, kegiatan ini dilaksanakan oleh para Imam,
orang lain yang atas ketetapan gereja maupun umat beriman (bdk SC 84).
Maka dari itu, semua yang mendoakan Ibadah Harian menunaikan tugas
gereja, dan ikut serta dalam kehormatan tertinggi mempelai Kristus.
Sebab seraya melambungkan pujian kepada Allah mereka berdiri di hadapan
tahta Allah atas nama Bunda Gereja (SC 85).
Kecuali itu sebagai
doa resmi Gereja, Ibadah Harian menjadi sumber kesalehan dan membekali
doa pribadi. Oleh karena itu para imam dan semua orang lain yang ikut
mendaras Ibadat Harian diminta dalam Tuhan, supaya dalam melaksanakannya
hati mereka berpadu dengan apa yang mereka ucapkan. Supaya itu tercapai
dengan lebih baik, hendaknya mereka mengusahakan pembinaan yang lebih
mendalam tentang Liturgi dan Kitab Suci, terutama mazmur-mazmur (SC 90).
Dengan
memanjatkan ibadah harian kita menunjukkan wajah Gereja yang berdoa.
Doa-doa dalam ibadah harian adalah doa-doa yang diinspirasikan dari Roh
Kudus, karena berasal dari teks kitab suci, khususnya Mazmur Daud.
Ibadah
Harian merupakan suatu tugas kehormatan, dimana kita [saya dan anda]
bersama-sama dengan seluruh Gereja memanjatkan doa di hadapan Tahta
Allah (bdk SC 85).
Ibadat Harian adalah Doa Alkitabiah : Berdoa dengan Kitab Suci.
Doa
Ibadat Harian merupakan doa yang bersumber dari Kitab Suci (Biblis –
alkitabiah) – bahkan bisa dikatakan doa Ibadat Harian adalah berdoa
dengan Kitab Suci. “Orang-orang yang melaksanakan Ibadat Harian
memperoleh kesucian yang berlimpah dari liturgi itu berkat daya Sabda
Allah yang menduduki tempat utama di dalamnya. Sebab bacaan-bacaan
dikutip dari Kitab Suci, Sabda Allah yang tertera dalam mazmur-mazmur
dinyanyikan di hadapan Allah, dan berkat ilham dan dorongan allah,
doa-doa lainnya serta madah-madah diluapkan” (SC 24).
Sumber : http://parokisalibsuci.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar