Kamera 1

Minggu, 04 Januari 2015

Menerima Komuni Kudus

komuni
menerima komuni kudus dari pelayan dan menyantapnya
 di hadapan pelayan komuni


Pada tulisan sebelumnya dibicarakan mengenai arti komuni. Komuni sering dipahami sebagai menerima Tubuh Kristus. Sebuah pemahaman yang kurang lengkap. Selain menerima Tubuh Kristus, komuni juga berarti ikut berpartisipasi dalam keseluruhan perayaan Ekaristi yang dirayakan pada saat itu. Dengan pemahaman ini, tentu ada konsekuensi lainnya yang perlu dipahami.
Setelah mengerti dan memahami makna komuni kudus, mari kita belajar tentang bagaimana menerima komuni kudus itu.
Dalam konteks penerimaan komuni kudus, kadang kala muncul beberapa persoalan. Ada yang beranggapan kalau komuni hanya boleh dengan lidah. Ada yang beranggapan menggunakan lidah justru lucu. Harus berlutut ketika menerima komuni. Bagaimana Gereja mengajarkan kepada kita semua mengenai cara menerima komuni kudus?
Komuni diberikan kepada setiap orang katolik yang tidak terhalang oleh hukum. Kepada mereka ini, komuni harus diberikan dan tidak ada alasan untuk menerimakan komuni kudus. Di sini perlu dicatat tetap perlu ada kehati-hatian, terutama di kota-kota besar. Jangan sampai ada orang bukan katolik atau malah bukan kristen yang maju untuk menerima komuni kudus. Beberapa paroki, menempuh jalan memberikan pengumuman mengenai siapa yang boleh menerima komuni sebagai langkah untuk mengantisipasi ini. Sebuah langkah yang patut diacungi jempol demi menjaga sakralitas komuni kudus.
Bagaimana tata gerak ketika menerima komuni kudus? Ada yang beranggapan kalau berlutut sambil menjulurkan lidah sebagai cara yang terbaik. Benarkah? Sejauh saya membaca dokumen-dokumen Gereja, saya menemukan bahwa “ketika menyambut komuni, umat hendaknya berlutut atau berdiri, sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh Konferensi Uskup” (RS no 90). Dalam artikel tersebut diberi keterangan “jika komuni disambut dengan berdiri, maka hendaklah umat memberi suatu tanda hormat sebelum menyambut Sakramen”.
Pun pula dengan cara menyambut dengan tangan atau lidah. PUMR menyatakan dalam artikel no 160, “masing-masing orang menjawab AMIN, lalu menyambutnya entah dengan lidah entah dengan tangan”. Jadi baik berdiri atau berlutut, menggunakan tangan atau lidah praktek ini dimungkinkan oleh Gereja. Keduanya tidak untuk dipertentangkan. Yang satu merasa lebih layak dibandingkan dengan yang lainnya.
Yang justru perlu dicatat adalah praktek yang kurang tepat atas penerimaan komuni kudus ini. Hingga kini, praktek tersebut masih sering terjadi. Pertama, setelah menerima komuni kudus umat tidak langsung menyantapnya. Ada yang dibawa ke tempat duduk. Ada yang dibagi. Sebagian untuk dirinya sendiri, sebagian lagi diberikan kepada anaknya yang menangis. Ini jelas praktek yang salah. Gereja mengajarkan bahwa hosti langsung disantap dihadapan pelayan komuni. Perlu katekese yang terus menerus pada bagian ini.
Kedua, penerimaan komuni dengan cara umat mengambil sendiri. Di beberapa tempat masih dijumpai praktek ini. Gereja jelas mengajarkan “umat tidak diiinkan mengambil sendiri hosti kudus atau piala kudus” (RS no 94). Termasuk didalamnya penerimaan komuni kudus untuk mempelai. Masih ada praktek imam mempersilahkan mempelai mengambil komuni kudus dan kedua mempelai saling menerimakan komuni kudus tersebut. Seruan Gereja jelas hendaklah ditinggalkan penyimpangan ini.

Sumber:  http://liturgikas.com/?cat=25