Diposting oleh : JalanAllah Jakarta
Kategori: Allah Tritunggal Maha Kudus
Devosi Kerahiman Ilahi
“Yesus, Engkau Andalanku”
“Siapa pun dapat datang kemari, melihat lukisan Yesus yang Maharahim
ini, yang dari Hati-Nya memancarkan rahmat; dan mendengar dalam lubuk
jiwanya sendiri apa yang didengar St Faustina: `Jangan takut. Aku
senantiasa menyertaimu'. Jika ia menanggapi dengan hati yang tulus,
`Yesus, Engkaulah andalanku!', maka ia akan mendapati penghiburan dalam
segala ketakutan dan kecemasannya. Dalam dialog penyerahan diri ini,
terbentuklah antara manusia dan Kristus suatu ikatan istimewa kasih yang
membebaskan. Dan `di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang
sempurna melenyapkan ketakutan' (1Yoh 4:18).”
~ Paus Yohanes Paulus II, 7 Juni 1997
APA ITU DEVOSI KERAHIMAN ILAHI ?
Devosi Kerahiman Ilahi adalah pengabdian total kepada Allah yang
Maharahim, yaitu keputusan untuk percaya penuh kepada-Nya, untuk
menerima belas kasih-Nya dengan ucapan syukur dan untuk berbelas kasih
kepada sesama, sebab Ia penuh belas kasih. Bentuk Devosi Kerahiman Ilahi
ini didasarkan pada catatan-catatan St Faustina Kowalska, seorang
biarawati Polandia tak terpelajar yang, dalam ketaatan kepada pembimbing
rohaninya, menuliskan sebuah Buku Catatan Harian setebal kurang lebih
600 halaman dengan mana ia mencatat penampakan-penampakan yang
dianugerahkan kepadanya mengenai kerahiman Allah. Bahkan sebelum
wafatnya pada tahun 1938, Devosi kepada Kerahiman Ilahi telah mulai
disebarluaskan.
APA PESAN UTAMA KERAHIMAN ILAHI ?
Pesan utama Kerahiman Ilahi adalah bahwa Allah mengasihi kita -
semuanya, tak peduli betapa berat dosa kita. Tuhan ingin kita tahu bahwa
belas kasih-Nya jauh lebih besar daripada segala dosa kita; Tuhan
mengundang kita untuk datang kepada-Nya dengan penuh kepercayaan,
menerima belas kasih-Nya dan membiarkannya mengalir melalui kita kepada
sesama. Dengan demikian segenap umat manusia akan ikut ambil bagian
dalam sukacita-Nya. Pesan ini dapat dengan mudah kita ingat melalui ABC
Kerahiman:
Ask for His Mercy ~ Mohon Belas Kasih Allah
Tuhan menghendaki kita datang kepada-Nya dalam doa secara terus-menerus,
menyesali dosa-dosa kita dan mohon kepada-Nya untuk mencurahkan belas
kasih-Nya atas kita dan atas dunia.
Be Merciful ~ Berbelas Kasih kepada Sesama
Tuhan menghendaki kita menerima belas kasih-Nya dan membiarkannya
mengalir melalui kita kepada sesama. Tuhan menghendaki kita memperluas
kasih serta pengampunan kepada sesama seperti yang Ia lakukan kepada
kita.
Completely Trust ~ Percaya Penuh kepada-Nya
Tuhan ingin kita tahu bahwa rahmat-rahmat belas kasih-Nya tergantung
pada besarnya kepercayaan kita. Semakin kita percaya kepada-Nya, semakin
berlimpah rahmat yang kita terima. lebih lanjut tentang ABC Kerahiman
Ilahi
APA PESAN KHUSUS LAINNYA DALAM DEVOSI KERAHIMAN ILAHI ?
Tak ada yang baru dalam pesannya, hanya mengingatkan apa yang telah
senantiasa diajarkan Gereja, yaitu bahwa Allah penuh belas kasih dan
pengampunan, sehingga kita pun harus menunjukkan belas kasih dan
pengampunan kepada sesama.
Namun demikian, dalam Devosi Kerahiman Ilahi, pesan ini diserukan dengan
lebih kuat dan tegas; kita dihantar untuk sampai pada pemahaman yang
lebih mendalam bahwa kasih Allah tak terbatas dan tersedia bagi setiap
orang - teristimewa mereka yang berdosa, “Semakin berat dosanya, semakin
ia berhak mendapatkan belas kasih-Ku (723).”
MENGAPA DEVOSI KERAHIMAN ILAHI DILARANG GEREJA ?
Catatan-catatan St Faustina Kowalska, seorang biarawati Polandia dari
Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih, merupakan
sumber pesan dan devosi kepada Kerahiman Ilahi. Selama masa perang tahun
1939-1945, Devosi Kerahiman Ilahi berkembang pesat, teristimewa karena
umat beriman di Polandia dan Lithuania yang menderita berpaling kepada
Juruselamat yang berbelas kasih sebagai sumber penghiburan dan
pengharapan. Kemudian, pada tahun 1958 dan 1959, nubuat St Faustina
mengenai adanya hambatan dalam karya Kerahiman Ilahi mulai digenapi.
Akibat banyaknya kekeliruan dalam terjemahan Buku Catatan Harian St
Faustina yang disampaikan ke Tahta Suci, sementara situasi politik di
Polandia selama dan sesudah masa perang menyulitkan Gereja melakukan
verifikasi atas keotentikan catatan-catatan St Faustina, maka pada
tanggal 6 Maret 1959 Vatican mengeluarkan keputusan untuk melarang
disebarluaskannya Devosi Kerahiman Ilahi dalam bentuk seperti yang
diajarkan dalam tulisan-tulisan St Faustina.
BAGAIMANA AKHIRNYA LARANGAN DICABUT ?
Duapuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1978, larangan tersebut
sepenuhnya dicabut; terima kasih atas campur tangan Uskup Agung Krakow,
Kardinal Karol Wojtyla. Melalui daya upaya beliau, suatu Proses
Informatif sehubungan dengan kehidupan dan keutamaan Sr Faustina dimulai
pada tahun 1965. Hasilnya yang gemilang menghantar pada dibukanya
proses beatifikasi Sr Faustina pada tahun 1968.
Dalam surat “Notifikasi” tertanggal 15 April 1978, Kongregasi Kudus
untuk Ajaran Iman, setelah meninjau kembali berbagai dokumen asli yang
tak tersedia pada tahun 1959, merevisi keputusan sebelumnya dan
memaklumkan bahwa larangan yang dibuat pada tahun 1959 “tidak berlaku
lagi”.
Enam bulan berselang, Kardinal Karol Wojtyla dipilih menjadi Paus Yohanes Paulus II.
HATI-HATI DENGAN DEVOSI KERAHIMAN ILAHI !
Ada dua ayat Kitab Suci yang perlu kita ingat baik-baik sementara kita
mempraktekkan Devosi Kerahiman Ilahi, ataupun bentuk-bentuk praktek
devosi lainnya:
1. “Bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan
bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku. ” (Yes 29:13)
2. “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” (Mat 5:7)
Apabila kita memandang lukisan Juruselamat yang Maharahim, atau berhenti
sejenak dari rutinitas untuk berdoa pada jam tiga siang, atau
mendaraskan Koronka - adakah hal-hal ini mendekatkan kita kepada hidup
sakramental Gereja yang sejati dan membiarkan Yesus mengubah hati kita?
Ataukah devosi tersebut menjadi sekedar kebiasaan religius belaka? Dalam
kehidupan sehari-hari apakah kita semakin dan semakin bertumbuh menjadi
orang-orang yang berbelas kasih? Ataukah kita hanya menawarkan “doa
bibir” kepada Allah yang Maharahim?
PENTINGNYA MENGAMALKAN PESAN KERAHIMAN
Devosi Kerahiman Ilahi seperti yang dinyatakan Tuhan kita melalui St
Faustina, dianugerahkan kepada kita sebagai “sarana belas kasih” dengan
mana kasih Allah dapat dicurahkan atas dunia, tetapi devosi itu sendiri
tidaklah cukup. Tidak cukup kita menggantungkan Lukisan Kerahiman di
rumah kita, mendaraskan Koronka setiap hari setiap jam tiga siang, dan
menerima Komuni Kudus pada hari Minggu pertama sesudah Paskah. Kita juga
harus menunjukkan belas kasih kepada sesama. Mengamalkan belas kasih
bukan suatu pilihan dari praktek Devosi Kerahiman Ilahi ini, melainkan
suatu keharusan!
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Mat
5:16)
TIGA TINGKATAN BELAS KASIH DALAM DEVOSI KERAHIMAN ILAHI
Pertama-tama: perbuatan belas kasih, apa pun jenisnya. Kedua: ucapan
belas kasih, yaitu belas kasih kata, bila kita tak dapat mewujudkannya
dalam perbuatan. Ketiga: doa; kita selalu dapat menunjukkan belas kasih
dengan doa. “Dalam tiga tingkatan belas kasih ini,” demikian Yesus
mengatakan kepada St Faustina, “terkandung kepenuhan belas kasih (742).”
Kita semua dipanggil untuk mengamalkan ketiga tingkatan belas kasih ini,
tetapi tidak semua kita dipanggil dengan cara yang sama. Kita perlu
datang dan bertanya kepada Tuhan, yang memahami pribadi dan situasi kita
masing-masing yang unik, untuk menolong kita mengenali berbagai macam
cara dengan mana kita masing-masing dapat menyatakan belas kasih-Nya
dalam hidup kita sehari-hari.
Baiklah kita melihat kembali apa yang telah diajarkan Gereja mengenai karya-karya belas kasih kepada sesama.
Karya-karya Belas Kasih Jasmani:
1. memberi makan kepada yang lapar
2. memberi minum kepada yang haus
3. memberi tumpangan kepada tunawisma
4. mengenakan pakaian kepada yang telanjang
5. mengunjungi orang miskin
6. mengunjungi orang tahanan
7. menguburkan orang mati
Karya-karya Belas Kasih Rohani:
1. mengajar
2. memberi nasehat
3. menghibur
4. membesarkan hati
5. mengampuni
6. menanggung dengan sabar hati
7. mendoakan mereka yang hidup dan mati
BAGAIMANA MEMPRAKTEKKAN DEVOSI KERAHIMAN ILAHI ?
Menghormati Lukisan Kerahiman Ilahi
Mendaraskan Koronka Kerahiman Ilahi
Merayakan Minggu Kerahiman Ilahi
Mendoakan Jam Kerahiman Ilahi
Menyebarluaskan Devosi Kerahiman Ilahi
ABC KERAHIMAN ILAHI
“Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,
aku tidak layak lagi disebut anak bapa” (Luk 15:18-19)
Pesan utama Kerahiman Ilahi adalah bahwa Allah mengasihi kita -
semuanya, tak peduli betapa berat dosa kita. Tuhan ingin kita tahu bahwa
belas kasih-Nya jauh lebih besar daripada segala dosa kita; Tuhan
mengundang kita untuk datang kepada-Nya dengan penuh kepercayaan,
menerima belas kasih-Nya dan membiarkannya mengalir melalui kita kepada
sesama. Dengan demikian segenap umat manusia akan ikut ambil bagian
dalam sukacita-Nya. Pesan ini dapat dengan mudah kita ingat melalui ABC
Kerahiman Ilahi:
Ask for His Mercy ~ Mohon Belas Kasih Allah
Tuhan menghendaki kita datang kepada-Nya dalam doa secara terus-menerus,
menyesali dosa-dosa kita dan mohon kepada-Nya untuk mencurahkan belas
kasih-Nya atas kita dan atas dunia.
Be Merciful ~ Berbelas Kasih kepada Sesama
Tuhan menghendaki kita menerima belas kasih-Nya dan membiarkannya
mengalir melalui kita kepada sesama. Tuhan menghendaki kita memperluas
kasih serta pengampunan kepada sesama seperti yang Ia lakukan kepada
kita.
Completely Trust ~ Percaya Penuh kepada-Nya
Tuhan ingin kita tahu bahwa rahmat-rahmat belas kasih-Nya tergantung
pada besarnya kepercayaan kita. Semakin kita percaya kepada-Nya, semakin
berlimpah rahmat yang kita terima.
ASK FOR HIS MERCY ~ MOHON BELAS KASIH ALLAH
Melalui sengsara dan wafat Yesus, suatu samudera belas kasih yang tak
terhingga tersedia bagi kita semua. Tetapi Tuhan, yang memberikan
kebebasan kepada manusia, tak hendak memaksakan suatu pun pada kita,
juga belas kasih-Nya. Ia menanti kita berbalik dari dosa-dosa kita dan
mohon pada-Nya.
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu…. Karena setiap orang yang meminta, menerima” (Mat 7:7-8).
Paus Yohanes Paulus II menggemakan pesan Injil ini dengan kegentingan
masa sekarang, “Tak pernah… teristimewa pada masa segenting masa kita
sekarang ini - Gereja dapat melupakan doa yang adalah seruan mohon belas
kasih Allah… Gereja mengemban tugas dan kewajiban untuk datang kepada
Allah yang berbelas kasih `dengan seruan-seruan lantang'” (Dives in
Misericordia).
Kepada St Faustina, Yesus sekali lagi menyatakan pesan yang sama ini.
Yesus memberinya tiga cara baru untuk mohon belas kasih-Nya dengan
mengandalkan jasa-jasa sengsara-Nya, yaitu: Lukisan Kerahiman Ilahi,
Koronka, dan Jam Kerahiman. Yesus mengajarkan bagaimana mengubah hidup
sehari-hari menjadi suatu doa yang tak kunjung henti mohon belas kasih
Allah. Melalui rasul kerahiman-Nya, Yesus memanggil kita semua untuk
mohon belas kasih-Nya.
“Jiwa-jiwa yang mohon belas kasih-Ku menyenangkan hati-Ku. Kepada
jiwa-jiwa ini aku menganugerahkan bahkan lebih banyak dari yang mereka
minta. Aku tak dapat menghukum bahkan seorang pendosa besar sekalipun,
jika ia mohon belas kasih-Ku (1146)…. Mohonlah belas kasih bagi seluruh
dunia (570)…. Tak satu jiwa pun yang mohon belas kasih-Ku akan
dikecewakan (1541).”
BE MERCIFUL ~ BERBELAS KASIH KEPADA SESAMA
Belas kasih adalah kasih yang berusaha meringankan penderitaan sesama.
Belas kasih adalah kasih yang hidup, yang dicurahkan atas sesama guna
menyembuhkan, melegakan, menghibur, mengampuni, menghapus rasa sakit.
Itulah kasih yang Tuhan tawarkan kepada kita dan itulah kasih yang Ia
kehendaki kita tawarkan kepada sesama.
“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling
mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu
harus saling mengasihi.” (Yoh 13:34)
Betapa Tuhan kita menekankan hal ini kepada St Faustina!
“Aku menghendaki dari kalian perbuatan-perbuatan belas kasih yang timbul
karena kasih kepada-Ku. Hendaklah kalian menunjukkan belas kasih kepada
sesama di setiap waktu dan di setiap tempat. Janganlah kalian berkecil
hati atau berusaha mencari-cari alasan untuk tidak melakukannya…. Bahkan
iman yang terkuat sekalipun tak akan ada gunanya tanpa perbuatan
(742)…. Apabila jiwa tak melakukan perbuatan belas kasih dengan cara
apapun, ia tak akan mendapatkan belas kasih-Ku pada hari penghakiman
(1317).”
COMPLETELY TRUST ~ PERCAYA PENUH KEPADA-NYA
Kepercayaan penuh kepada Yesus merupakan intisari pesan kerahiman.
Apabila kita pergi ke sumber mataair umum, kita dapat menimba sepuasnya
asal saja kita memiliki timba sebagai wadah air. Dalam pernampakan
berulang kepada St Faustina, Juruselamat Ilahi kita menegaskan bahwa
sumber mataair adalah Hati-Nya, air adalah belas kasih-Nya, dan timba
adalah kepercayaan kita.
“Aku telah membuka Hati-Ku sebagai sumber belas kasih yang hidup.
Biarlah segenap jiwa menimba hidup darinya. Biarlah mereka menghampiri
samudera belas kasih ini dengan penuh kepercayaan (1520)…. Di salib,
sumber belas kasih-Ku dibuka lebar-lebar dengan tombak bagi segenap jiwa
- tak suatu jiwa pun Aku kecualikan! (1182)…. Aku menawarkan kepada
manusia suatu timba dengan mana hendaknya mereka terus-menerus datang
menimba rahmat-rahmat dari sumber belas kasih. Timba itu adalah lukisan
dengan tulisan, `Yesus, Engkau Andalanku' (327) …. Rahmat-rahmat belas
kasih-Ku diperoleh dengan sarana satu timba saja, yaitu - kepercayaan.
Semakin suatu jiwa percaya, semakin banyak ia menerima (1578)”
“Aku adalah Kasih dan Belas Kasih itu sendiri (1074)…. Janganlah suatu
jiwa pun takut menghampiri-Ku, walau dosanya merah bagaikan kirmizi
(699)…. Belas kasih-Ku jauh lebih besar dari dosa-dosamu dan dosa-dosa
seluruh dunia (1485)…. Aku membiarkan Hati-Ku Yang Mahakudus ditikam
sebilah tombak agar terbuka lebarlah sumber belas kasih bagi kalian.
Sebab itu, marilah, dengan penuh kepercayaan menimba rahmat-rahmat dari
sumber ini. Tak pernah Aku menolak hati yang bertobat (1485)…. Lebih
cepat langit dan bumi lenyap daripada belas kasih-Ku menolak mendekap
jiwa yang percaya (1777)”
Percaya penuh berarti membiarkan Tuhan menjadi Tuhan atas kita, dan
bukannya menjadikan diri sebagai Tuhan; berarti membiarkan Tuhan
menuliskan skenario hidup kita, dan bukannya memaksakan skenario kita
sendiri; berarti kita menepati janji luhur yang kita ucapkan dalam Doa
Bapa Kami, “Jadilah kehendak-Mu (bukan kehendakku); di atas bumi seperti
di dalam surga”; berarti bahkan di saat-saat menderita, kita berseru
seperti Yesus di Taman Getsemani, “Bukanlah kehendak-Ku, melainkan
kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk 22:42).
ABC Kerahiman saling berhubungan satu sama lain, dan unsurnya yang utama
adalah kepercayaan penuh kepada Yesus. Kita tidak sekedar mohon belas
kasih Tuhan, atau sekedar berbelas kasih kepada sesama; melainkan kita
mohon belas kasih Tuhan dengan kepercayaan penuh dan Tuhan memenuhi kita
dengan rahmat-Nya agar kita dapat berbelas kasih sebab Bapa Surgawi
kita penuh belas kasih.
“Aku adalah Kasih dan Belas Kasih itu sendiri. Apabila jiwa datang
kepada-Ku dengan penuh kepercayaan, Aku akan memenuhinya dengan rahmat
yang begitu berlimpah hingga jiwa tak mampu menampungnya seorang diri,
melainkan menyalurkannya kepada jiwa-jiwa lain juga (1074)”
LUKISAN KERAHIMAN ILAHI
Pada tanggal 22 Februari 1931, Tuhan kita menampakkan diri kepada St
Faustina dalam suatu penglihatan. Ia melihat Yesus berjubah putih dengan
tangan kanan-Nya terangkat untuk menyampaikan berkat, sementara tangan
kiri-Nya menunjuk pada hati-Nya, darimana dua sinar besar memancar, satu
berwarna merah dan yang lainnya berwarna pucat. St Faustina terpaku
menatap Tuhan dalam keheningan, jiwanya diliputi rasa takut sekaligus
sukacita yang besar. Yesus berkata kepadanya:
“Buatlah sebuah lukisan menurut gambar yang engkau lihat dengan tulisan
di bawahnya: Yesus, Engkau Andalanku…. Aku berjanji, jiwa yang
menghormati lukisan ini tak akan binasa. Aku juga menjanjikan kemenangan
atas para musuhnya bahkan sejak di bumi ini, dan teristimewa pada saat
ajal. Aku Sendiri yang akan membelanya sebagai kemuliaan-Ku (47,48).…
Aku menawarkan timba kepada jiwa-jiwa dengan mana hendaknya mereka
terus-menerus menimba rahmat-rahmat dari sumber belas kasih. Timba itu
adalah lukisan ini dengan tulisan: `Yesus, Engkau Andalanku' (327)…. Aku
menghendaki lukisan ini dihormati, pertama-tama di kapelmu, dan lalu di
seluruh dunia (17).”
Taat pada permintaan pembimbing rohaninya, St Faustina menanyakan kepada
Tuhan makna kedua sinar yang memancar dari hati-Nya. Maka, ia mendengar
kata-kata berikut sebagai jawaban:
“Kedua sinar itu melambangkan Darah dan Air. Sinar pucat melambangkan
Air yang menguduskan jiwa-jiwa. Sinar merah melambangkan Darah yang
adalah hidup jiwa-jiwa. Kedua sinar ini memancar dari kedalaman belas
kasih-Ku saat Hati-Ku yang sengsara dibuka oleh sebilah tombak di atas
Salib… Berbahagialah jiwa yang tinggal dalam naungannya, sebab tangan
keadilan Tuhan tidak akan menimpanya (299).… Dengan sarana lukisan ini,
Aku akan menganugerahkan banyak rahmat kepada jiwa-jiwa. Lukisan ini
akan menjadi sarana pengingat akan tuntutan-tuntutan belas kasih-Ku,
sebab bahkan iman yang terkuat sekalipun tak akan ada gunanya tanpa
perbuatan (742).”
Pada tanggal 2 Januari 1934, Sr Faustina untuk pertama kali meminta Tn. Kazimierowski melukis gambar Yesus Yang Maharahim.
Pada bulan Juni 1934 lukisan selesai dibuat, tetapi Faustina menangis
kecewa karena lukisan tidak seindah penampakan yang disaksikannya.
Kepada Yesus ia mengeluh, “Siapakah kiranya yang akan dapat melukis
Engkau seagung Engkau sendiri?” Sebagai jawab, ia mendengar kata-kata
berikut:
“Keagungan lukisan ini bukan terletak pada indahnya warna ataupun goresan kuas, melainkan dalam rahmat-Ku (313).”
Oleh karenanya, walau sekarang ini ada banyak versi lukisan “Yesus,
Engkau Andalanku,” kita dapat senantiasa yakin bahwa tak peduli lukisan
versi mana yang kita pilih, lukisan tersebut merupakan sarana rahmat
Tuhan jika kita menghormatinya dengan penuh kepercayaan akan
kerahiman-Nya.
KORONKA KERAHIMAN ILAHI
Koronka berasal dari bahasa Polandia, artinya mahkota kecil atau untaian
manik-manik indah yang kita hadiahkan kepada orang yang kita kasihi
secara istimewa. Pada tahun 1935, St Faustina mendapat suatu penglihatan
akan seorang malaikat yang diutus Tuhan untuk melaksanakan murka Allah
atas dunia. St Faustina mulai berdoa mohon belas kasihan Tuhan, namun
doanya tanpa kuasa di hadapan murka ilahi. Sekonyong-konyong ia melihat
Tritunggal Mahakudus dan merasakan kuasa rahmat Yesus melingkupinya.
Pada saat yang sama ia mendapati dirinya memohon dengan sangat belas
kasih Tuhan dengan kata-kata yang ia dengar dalam batinnya. Sementara ia
terus-menerus memanjatkan doa yang diinspirasikan kepadanya, malaikat
pelaksana murka ilahi menjadi tak berdaya dan tak kuasa melaksanakan
hukuman yang memang sudah sepantasnya. Keesokan harinya, sementara St
Faustina memasuki kapel, lagi ia mendengar suara dalam batinnya, “Setiap
kali engkau masuk ke dalam kapel, ucapkanlah segera doa yang kemarin
Ku-ajarkan kepadamu.”
Selanjutnya Yesus mengajarkan Koronka (= Rosario) Kerahiman Ilahi kepada St Faustina:
“Doa ini dimaksudkan sebagai sarana untuk memadamkan murka-Ku. Hendaknya
engkau mendaraskannya selama sembilan hari pada rosario biasa dengan
cara ini: Pertama-tama hendaknya engkau mengucapkan satu Bapa Kami, satu
Salam Maria dan satu Aku Percaya, kemudian,
pada manik-manik “Bapa kami” hendaknya engkau berdoa:
`Bapa yang kekal,
kupersembahkan kepada-Mu
Tubuh dan Darah
Jiwa dan Ke-Allah-an
PutraMu yang terkasih,
Tuhan kami Yesus Kristus,
sebagai pemulihan dosa-dosa kami
dan dosa seluruh dunia.'
pada manik-manik “Salam Maria” hendaknya engkau berdoa:
`Demi sengsara Yesus yang pedih,
tunjukkanlah belas kasih-Mu
kepada kami dan seluruh dunia'
Sebagai penutup hendaknya engkau mendaraskan tiga kali doa berikut:
`Allah yang Kudus,
Kudus dan berkuasa,
Kudus dan kekal,
kasihanilah kami
dan seluruh dunia' (474-476).”
Dalam penampakan-penampakan selanjutnya, Yesus menjelaskan bahwa Koronka
ini tidak hanya diperuntukkan baginya, melainkan bagi seluruh dunia.
“Doronglah jiwa-jiwa untuk mendaraskan Koronka yang telah Aku berikan
kepadamu (1541)…. Barangsiapa mendaraskannya akan menerima rahmat
berlimpah di saat ajal (67)…. Apabila koronka ini didaraskan di hadapan
seorang yang di ambang ajal, Aku akan berdiri di antara BapaKu dengan
dia, bukan sebagai Hakim yang adil, melainkan sebagai Juruselamat yang
Penuh Belas Kasih (1541)…. Para imam akan menganjurkannya kepada para
pendosa sebagai harapan keselamatan mereka yang terakhir. Bahkan andai
ada seorang pendosa yang paling keras hati sekalipun, jika ia
mendaraskan koronka ini sekali saja, ia akan menerima rahmat dari belas
kasih-Ku yang tak terhingga (687)…. Aku hendak menganugerahkan
rahmat-rahmat yang tak terbayangkan kepada jiwa-jiwa yang percaya kepada
kerahiman-Ku (687)…. Melalui Koronka ini, engkau akan mendapatkan
segala sesuatu, jika yang engkau minta itu sesuai dengan kehendak-Ku
(1731).”
Koronka Kerahiman Ilahi adalah doa permohonan yang merupakan kelanjutan
dari Kurban Ekaristi, jadi teristimewa tepat jika didaraskan setelah
kita ikut ambil bagian dalam Misa Kudus. Koronka dapat didaraskan kapan
saja, tetapi Tuhan kita secara khusus mengatakan kepada St Faustina
untuk mendaraskannya selama sembilan hari berturut-turut menjelang Pesta
Kerahiman Ilahi yang jatuh pada hari Minggu pertama sesudah Paskah
(yaitu Minggu Paskah II). “Dengan Novena [Koronka Kerahiman Ilahi], Aku
akan menganugerahkan segala rahmat yang mungkin bagi jiwa-jiwa (796).”
Tepat juga mendaraskan Koronka pada “Jam Kerahiman Ilahi” - setiap jam tiga siang, guna mengenangkan wafat Kristus di salib.
MINGGU KERAHIMAN ILAHI
Buku Catatan Harian St Faustina memuat setidak-tidaknya empatbelas
bagian di mana Tuhan kita meminta suatu “Pesta Kerahiman Ilahi”
ditetapkan secara resmi dalam Gereja.
“Pesta ini muncul dari lubuk kerahiman-Ku yang terdalam, dan diperteguh
oleh kedalaman belas kasih-Ku yang paling lemah lembut (420)…. Adalah
kehendak-Ku agar pesta ini dirayakan dengan khidmad pada hari Minggu
pertama sesudah Paskah.… Aku menghendaki Pesta Kerahiman Ilahi menjadi
tempat perlindungan dan tempat bernaung bagi segenap jiwa-jiwa,
teristimewa para pendosa yang malang. Pada hari itu, lubuk belas
kasih-Ku yang paling lemah-lembut akan terbuka. Aku akan mencurahkan
suatu samudera rahmat atas jiwa-jiwa yang menghampiri sumber
kerahiman-Ku (699)”
Tergerak oleh permenungan akan Allah sebagai Bapa yang Maharahim, maka
Bapa Suci Yohanes Paulus II menghendaki agar sejak saat ditetapkannya,
Minggu Paskah II secara resmi dirayakan sebagai Minggu Kerahiman Ilahi
oleh segenap Gereja semesta. Hal ini dimaklumkan beliau pada tanggal 30
April 2000, tepat pada hari kanonisasi St Faustina Kowalska. Lebih
lanjut, Paus Yohanes Paulus II memberikan tugas kepada para imam,
sebagaimana tercantum dalam Dekrit Penitensiary Apostolik 29 Juni 2002,
untuk memberikan penjelasan kepada umat Katolik mengenai Minggu
Kerahiman Ilahi ini.
PENGHORMATAN LUKISAN KERAHIMAN ILAHI
Lukisan Yesus, Allah yang Maharahim, hendaknya mendapat tempat terhormat
yang istimewa pada Pesta Kerahiman Ilahi, sebagai suatu sarana
pengingat yang kelihatan atas segala yang telah Yesus lakukan bagi kita
melalui Sengsara, Wafat dan Kebangkitan-Nya .… dan juga, sebagai sarana
pengingat akan apa yang Ia kehendaki dari kita sebagai balasannya, yaitu
percaya penuh kepada-Nya dan berbelas kasih kepada sesama.
“Aku menghendaki lukisan ini diberkati secara khidmad pada hari Minggu
pertama sesudah Paskah, dan Aku menghendaki lukisan ini dihormati secara
umum agar setiap jiwa dapat tahu mengenainya (341).”
INDULGENSI KHUSUS PADA MINGGU KERAHIMAN ILAHI
Tuhan kita berjanji untuk menganugerahkan pengampunan penuh atas dosa
dan penghukuman pada Pesta Kerahiman Ilahi, seperti dicatat sebanyak
tiga kali dalam Buku Catatan Harian St Faustina; setiap kali dengan cara
yang sedikit berbeda:
“Aku akan menganugerahkan pengampunan penuh kepada jiwa-jiwa yang
menerima Sakramen Tobat dan menyambut Komuni Kudus pada Pesta Kerahiman
Ilahi (1109).”
“Jiwa yang menghampiri Sumber Hidup pada hari ini akan dianugerahi pengampunan penuh atas dosa dan penghukuman (300).”
“Jiwa yang menerima Sakramen Tobat dan menyambut Komuni Kudus akan
mendapatkan pengampunan penuh atas dosa dan penghukuman (699).”
Sebagai kelanjutan dari dimaklumkannya hari Minggu pertama sesudah
Paskah sebagai Minggu Kerahiman Ilahi, Imam Agung di Roma, terdorong
semangat yang berkobar untuk menggairahkan semaksimal mungkin praktek
Devosi Kerahiman Ilahi dalam diri umat Kristiani dengan harapan
mendatangkan buah-buah rohani yang berguna bagi kaum beriman, maka pada
tanggal 13 Juni 2002 beliau memaklumkan bahwa Gereja memberikan
indulgensi, baik indulgensi penuh maupun sebagian, kepada mereka yang
mempraktekkan Devosi Kerahiman Ilahi dengan syarat-syarat seperti yang
ditetapkan Gereja.
RAHMAT-RAHMAT LUAR BIASA
Satu hal tampak jelas: melalui janji di atas, Tuhan kita menekankan
nilai tak terhingga Sakramen Tobat dan Komuni Kudus sebagai
mukjizat-mukjizat belas kasih-Nya. Tuhan ingin kita menyadari bahwa
karena Ekaristi adalah Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an-Nya Sendiri,
maka Ekaristi adalah “Sumber Hidup” (300). Ekaristi adalah Yesus, Ia
Sendiri, Allah yang Hidup, yang rindu mencurahkan DiriNya sebagai Belas
kasih ke dalam hati kita.
Dalam penampakan-penampakan-Nya kepada St Faustina, Tuhan kita
menunjukkan dengan jelas apa yang Ia tawarkan kepada kita dalam Komuni
Kudus dan betapa amat melukai hati-Nya apabila kita acuh tak acuh
terhadap kehadiran-Nya:
“Sukacita-Ku yang besar adalah mempersatukan DiriKu dengan jiwa-jiwa.
Apabila Aku datang ke dalam hati manusia dalam Komuni Kudus,
tangan-tangan-Ku penuh dengan segala macam rahmat yang ingin Aku
limpahkan atas jiwa. Namun, jiwa-jiwa bahkan tak mengindahkan Aku;
mereka mengacuhkan DiriKu dan menyibukkan diri dengan hal-hal lain. Oh,
betapa sedih Aku sebab jiwa-jiwa tak mengenali Kasih! Mereka
memperlakukan-Ku bagaikan suatu benda mati (1385)….”
“Sungguh amat menyakitkan hati-Ku apabila jiwa-jiwa religius menerima
Sakramen Cinta Kasih hanya karena kebiasaan belaka, seolah mereka tak
mengenali santapan ini. Aku tak mendapati baik iman maupun kasih dalam
hati mereka. Aku datang ke dalam jiwa-jiwa demikian dengan keengganan
besar. Akan lebih baik seandainya mereka tak menerima Aku (1258)….”
“Betapa menyakitkan Aku bahwa jiwa-jiwa begitu jarang mempersatukan
dirinya dengan-Ku dalam Komuni Kudus. Aku menanti jiwa-jiwa, dan mereka
acuh tak acuh terhadap-Ku. Aku ingin mencurahkan rahmat-rahmat-Ku atas
mereka, tetapi mereka tak hendak menerimanya. Mereka memperlakukan-Ku
bagaikan suatu benda mati, padahal Hati-Ku penuh cinta dan belas kasih.
Agar engkau dapat memahami setidak-tidaknya sedikit rasa sakit-Ku,
bayangkanlah seorang ibu yang paling lembut hati, yang amat mengasihi
anak-anaknya, namun anak-anaknya itu menolak kasihnya. Bayangkan betapa
pilu hatinya. Tak seorang pun akan mampu menghibur hatinya. Begitulah,
gambaran akan kasih-Ku (1447).”
Jadi, janji Tuhan kita akan pengampunan penuh merupakan suatu peringatan
sekaligus panggilan. Suatu peringatan bahwa Ia nyata hadir dan nyata
hidup dalam Ekaristi, berlimpah kasih bagi kita, menanti kita datang
kepada-Nya dengan penuh kepercayaan. Suatu panggilan bagi kita semua
untuk dibasuh bersih dalam Kasih-Nya melalui Sakramen Tobat dan Komuni
Kudus - tak peduli betapa berat dosa-dosa kita - dan kita memulai hidup
baru kembali. Yesus menawarkan kepada kita suatu permulaan yang baru,
suatu lembaran yang bersih.
Agar dapat sungguh memahami janji ini, kita perlu melihatnya dalam
konteks janji-janji lain yang Tuhan Yesus tawarkan kepada kita dalam
Pesta Kerahiman. Ia tidak hanya menawarkan satu rahmat saja, melainkan
rahmat-rahmat yang tak terhingga:
“Pada hari itu, lubuk belas kasih-Ku yang paling lemah-lembut akan
terbuka. Aku akan mencurahkan suatu samudera rahmat atas jiwa-jiwa yang
menghampiri sumber kerahiman-Ku. Jiwa yang menerima Sakramen Tobat dan
menyambut Komuni Kudus akan mendapatkan pengampunan penuh atas dosa dan
penghukuman. Pada hari itu seluruh pintu-pintu rahmat Ilahi dari mana
rahmat-rahmat mengalir akan dibuka (699).”
Dalam “Penilaian Resmi” Sensor Teologis Kedua atas catatan-catatan St
Faustina, kita dapati penjelasan terperinci mengenai limpahan rahmat
istimewa ini:
“Agar Pesta Kerahiman Ilahi dapat sungguh menjadi suatu pengungsian bagi
segenap jiwa-jiwa, kemurahan hati Yesus yang terdalam dibuka lebar pada
hari ini guna mencurahkan ke atas jiwa-jiwa, tanpa menahan-nahan
sedikit pun, segala macam dan segala tingkatan rahmat - bahkan yang
belum pernah dikenal sekalipun. Kemurahan hati ini merupakan … motivasi
untuk memohon kepada Kerahiman Ilahi, dengan kepercayaan penuh serta
tanpa batas, segala karunia rahmat yang ingin Tuhan curahkan pada hari
Minggu ini….”
Apakah yang harus kita lakukan agar memperoleh rahmat-rahmat yang ingin
Tuhan curahkan atas kita? Lagi, “Penilaian Resmi” Sensor Teologis Kedua
menyajikan jawabnya:
“Karena kepercayaan penuh merupakan sarana menghampiri Belas Kasih
Ilahi, patut kita simpulkan bahwa makna mendalam dari harapan dan
janji-janji sehubungan dengan Pesta Kerahiman Ilahi adalah sebagai
berikut: Pada hari Pesta-Nya, Yesus ingin menganugerahkan kepada kita
semua - teristimewa orang-orang berdosa - suatu limpahan rahmat yang
luar biasa. Dan karenanya, pada hari ini Ia menanti kita datang
menghampiri Kerahiman-Nya dengan kepercayaan semaksimal mungkin.”
BAGAIMANA MEMPERSIAPKAN DIRI DENGAN PANTAS?
Salah satu cara yang terpenting, tentu saja, dengan menyambut Komuni
Kudus pada hari Minggu Kerahiman Ilahi dan menerima Sakramen Tobat yang
bahkan dapat dilakukan sebelum Pekan Suci; sepanjang Masa Prapaskah
merupakan persiapan untuk menyambut Minggu Kerahiman Ilahi!
Tetapi, kita tidak hanya sekedar dipanggil untuk mohon belas kasih Tuhan
dengan penuh kepercayaan, melainkan kita juga dipanggil untuk berbelas
kasih kepada sesama. Perkataan Tuhan kita kepada St Faustina mengenai
tuntutan untuk berbelas kasih kepada sesama sangat tegas dan jelas:
“Ya, hari Minggu pertama sesudah Paskah adalah Pesta Kerahiman Ilahi,
namun demikian haruslah ada perbuatan-perbuatan belas kasih…. Aku
menuntut dari kalian perbuatan-perbuatan belas kasih yang timbul karena
kasih kepada-Ku. Hendaklah kalian menunjukkan belas kasih kepada sesama
di setiap waktu dan di setiap tempat. Janganlah kalian berkecil hati
atau berusaha mencari-cari alasan untuk tidak melakukannya” (742).
Novena Kerahiman Ilahi
Pada hari Jumat Agung 1937, Yesus meminta St Faustina mendoakan suatu
novena khusus menjelang Pesta Kerahiman Ilahi; novena dimulai pada hari
Jumat Agung hingga Sabtu sebelum Minggu Paskah II. Yesus Sendiri yang
mendiktekan intensi-intensi novena untuk tiap-tiap hari. Dengan novena
ini, St Faustina diminta untuk membawa kepada Hati Yesus Yang Mahakudus
sekelompok jiwa-jiwa yang berbeda setiap hari dan membenamkan mereka ke
dalam samudera belas kasih-Nya, mohon pada Allah Bapa - dengan
mengandalkan jasa-jasa Sengsara Yesus - rahmat-rahmat bagi mereka.
Tidak seperti Novena Koronka, yang dengan jelas Tuhan kehendaki agar
setiap orang mendaraskannya, Novena Kerahiman tampaknya diperuntukkan
terutama bagi kepentingan pribadi St Faustina. Hal ini dapat dilihat
dari perintah Tuhan, di mana Tuhan menyebutkan kata “kamu” dalam bentuk
tunggal.
Namun demikian, karena St Faustina diperintahkan untuk menuliskannya,
pastilah Tuhan bermaksud agar novena didoakan oleh yang lain juga.
Begitu diterbitkan, novena segera menjadi sangat populer; orang banyak
mendoakan novena, bukan hanya sebagai persiapan merayakan Minggu
Kerahiman Ilahi, melainkan mereka mendoakannya di waktu-waktu lain juga.
Dengan mendoakan Novena kepada Kerahiman Ilahi, kita sungguh menjadikan
intensi-intensi Tuhan Yesus sebagai intensi kita sendiri - sungguh suatu
perwujudan nyata yang indah dari hak dan kewajiban istimewa Gereja,
sebagai Mempelai Kristus, menjadi pendoa di sisi Kristus yang bertahta
di atas singgasana belas kasih.
Novena kepada Kerahiman Ilahi dapat dilihat pada booklet “Devosi kepada
Kerahiman Ilahi” oleh Stefan Leks; penerbit Kanisius 1993.
JAM KERAHIMAN ILAHI
Dalam penampakan-Nya kepada St Faustina pada bulan Oktober 1937, Tuhan
kita menghendaki suatu doa dan meditasi khusus akan Sengsara-Nya setiap
jam tiga siang, jam di mana Ia wafat di salib.
“Pada jam tiga, mohonlah belas kasih-Ku, teristimewa bagi para pendosa;
dan, meski hanya sesaat saja, benamkanlah dirimu dalam Sengsara-Ku,
teristimewa ketika Aku ditinggalkan seorang diri saat meregang nyawa.
Inilah jam kerahiman agung…. Pada jam ini Aku tak akan menolak jiwa yang
memohon pada-Ku demi Sengsara-Ku (1320).”
“Begitu engkau mendengar jam berdentang pada pukul tiga, benamkanlah
dirimu sepenuhnya ke dalam kerahiman-Ku, sembari sujud menyembah dan
memuliakannya; mohonlah kemahakuasaan-Nya bagi seluruh dunia,
teristimewa bagi orang-orang berdosa yang malang; sebab saat itu belas
kasih dibuka lebar bagi setiap jiwa. Pada jam ini engkau dapat
memperoleh apa saja yang engkau minta bagi dirimu sendiri dan bagi
orang-orang lain; inilah jam kerahiman bagi seluruh dunia - belas kasih
menang atas keadilan….”
“Berdoalah Jalan Salib pada jam ini, sejauh hal itu mungkin; jika engkau
tak dapat melakukan Jalan Salib, maka setidaknya mampirlah sebentar ke
dalam kapel dan bersembah sujudlah di hadapan Sakramen Mahakudus,
Hati-Ku yang berlimpah belas kasih; dan jika engkau tak dapat mampir ke
kapel, walau hanya sesaat saja benamkanlah dirimu dalam doa di mana pun
engkau berada saat itu (1572).”
Dalam Kej 18:16-32, Abraham mohon kepada Allah untuk meringankan
persyaratan yang diperlukan agar Allah berbelas kasih kepada penduduk
Sodom dan Gomora. Di sini, Kristus Sendiri menawarkan untuk meringankan
persyaratan yang diperlukan karena berbagai tuntutan tugas kewajiban
kita, dan Ia `mohon' kepada kita agar kita memohon, dengan cara yang
paling sederhana sekalipun, belas kasih-Nya, agar Ia dapat mencurahkan
belas kasih-Nya atas kita semua.
Mungkin kita tak dapat berdoa Jalan Salib atau bersembah sujud di
hadapan Sakramen Mahakudus, tetapi kita semua dapat secara rohani
berhenti sejenak, merenungkan Yesus yang sama sekali ditinggalkan
seorang diri saat Ia meregang nyawa, dan mendaraskan suatu doa singkat
seperti “Yesus, kasihanilah,” atau “Demi sengsara Yesus yang pedih,
tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia.”
Renungan akan Sengsara Yesus ini, walau singkat, menghantar kita
berhadapan muka dengan muka dengan Salib, dan seperti ditulis Paus
Yohanes Paulus II dalam Dives In Misericordia, “Di atas Salib-lah
perwujudan cinta yang berbelas kasih mencapai puncaknya.” Tuhan
mengundang kita, lanjut Bapa Suci, “untuk `berbelas kasih' pada Putra
TunggalNya, Dia yang tersalib.” Dengan demikian, renungan kita akan
Sengsara hendaknya menghantar kita pada suatu bentuk kasih yang “bukan
hanya merupakan tindakan solidaritas terhadap Putra Manusia yang
menderita, melainkan juga semacam tindakan `belas kasih' yang
ditunjukkan oleh masing-masing kita kepada Putra Bapa yang Kekal.”
DOA JAM KERAHIMAN
Ya Yesus, Engkau telah wafat,
namun sumber kehidupan telah memancar bagi jiwa-jiwa
dan terbukalah lautan kerahiman bagi segenap dunia.
0, Sumber Kehidupan,
kerahiman Ilahi yang tak terselami,
naungilah segenap dunia dan curahkanlah diri-Mu pada kami.
Darah dan Air,
yang telah memancar dari Hati Yesus
sebagai sumber kerahiman bagi kami.
Engkaulah andalanku!
SERUAN KEPADA KERAHIMAN ILAHI
Setiap seruan dimulai dengan:
`Bapa yang kekal,
kupersembahkan kepada-Mu
Tubuh dan Darah
Jiwa dan Ke-Allah-an
PutraMu yang terkasih,
Tuhan kami Yesus Kristus,
sebagai pemulihan dosa-dosa kami
dan dosa seluruh dunia.'
Hening sejenak, renungkanlah Sengsara Yesus. Kemudian, daraskanlah
seruan berikut diakhiri dengan: kasihanilah kami dan seluruh dunia.
1.Demi Yesus yang menetapkan Ekaristi sebagai kenangan akan Sengsara-Nya, ….
2.Demi Yesus yang menderita sakrat maut di Taman Getsemani, ….
3.Demi Yesus yang didera dan dimahkotai duri, ….
4.Demi Yesus yang dijatuhi hukuman mati, ….
5.Demi Yesus yang memanggul salib-Nya, ….
6.Demi Yesus yang jatuh di bawah beban berat salib, ….
7.Demi Yesus yang berjumpa dengan BundaNya yang berduka, ….
8.Demi Yesus yang menerima uluran tangan dalam memanggul salib-Nya, ….
9.Demi Yesus yang menerima belas kasih Veronica, ….
10.Demi Yesus yang menghibur para perempuan, ….
11.Demi Yesus yang ditelanjangi, ….
12.Demi Yesus yang disalibkan, ….
13.Demi Yesus yang wafat di Salib, ….
14.Demi Yesus yang dimakamkan, ….
15.Demi Yesus yang dibangkitkan dari antara orang mati, ….
`Allah yang Kudus,
Kudus dan berkuasa,
Kudus dan kekal,
kasihanilah kami
dan seluruh dunia' (diserukan tiga kali)
EKARISTI :
KEHADIRAN KERAHIMAN ILAHI
Dalam kasih-Nya yang begitu besar bagi kita, Tuhan Yesus menganugerahkan
kepada kita suatu mukjizat yang luar biasa: Sakramen Ekaristi Kudus.
Kebangkitan Kristus ke dalam kemuliaan bukanlah akhir dari tujuan
Inkarnasi, ketika Allah menjadi manusia. Salah satu tujuan Inkarnasi
adalah agar Yesus senantisa tinggal bersama kita hingga akhir jaman
dalam Ekaristi. Dengan mukjizat kasih-Nya yang terbesar ini, Yesus
tinggal bersama kita dalam rupa roti dan anggur, bukan hanya bagi
santapan rohani kita saja, melainkan juga agar ditemani oleh kita juga.
Dalam Ekaristi, Kristus sepenuhnya hadir seperti Ia di surga. Ekaristi
merupakan inti dari Devosi Kerahiman Ilahi; banyak unsur devosi ini pada
dasarnya Ekaristis - terutama lukisan, koronka, dan Pesta Kerahiman
Ilahi. Lukisan, dengan kedua sinarnya yang berwarna merah dan yang
berwarna pucat, menggambarkan Tuhan Yesus yang Ekaristis, yang Hati-Nya
ditikam dan memancarlah daripadanya darah dan air sebagai sumber belas
kasih bagi kita. Lukisan Kerahiman Ilahi merupakan gambaran akan
anugerah kurban belas kasih Tuhan yang dihadirkan dalam setiap Misa.
Beberapa kali dalam Buku Catatan Hariannya, St Faustina menulis ia
melihat kedua sinar yang berwarna merah dan berwarna pucat memancar,
bukan dari lukisan, melainkan dari Hosti Kudus; dan suatu ketika,
sementara imam mengunjukkan Sakramen Mahakudus, ia melihat kedua sinar
yang berasal dari lukisan menembusi Hosti Kudus dan dari Hosti memancar
ke segenap penjuru dunia. Jadi, dengan mata iman, hendaknya kita juga
melihat dalam setiap Hosti Kudus, Juruselamat yang Maharahim, yang
mencurahkan DiriNya Sendiri sebagai sumber belas kasih kepada kita.
Konsep Ekaristi sebagai sumber rahmat dan belas kasih bukan hanya
didapati dalam Buku Catatan Harian, melainkan juga dalam ajaran Gereja.
Gereja dengan jelas mengajarkan bahwa segala sakramen yang lain
diarahkan kepada Ekaristi dan menimba kekuatan darinya.
Dalam Konstitusi Liturgi Kudus (#10), misalnya, dijelaskan, “terutama
dari Ekaristi, bagaikan dari sumber, mengalirlah rahmat kepada kita.”
Dan dalam suatu catatan dalam Katekese Konsili Trente, para imam
didorong untuk “memperbandingkan Ekaristi sebagai suatu sumber mataair
sementara sakramen-sakramen lainnya sebagai anak-anak sungai. Ekaristi
Kudus sungguh nyata dan penting disebut sebagai sumber segala rahmat,
sebab di dalamnya terkandung sumber karunia dan rahmat surgawi itu
sendiri, Sang Pencipta segala sakramen, Tuhan kita Yesus Kristus,
daripada-Nya, sebagai sumber dari segalanya, berasal segala kebajikan
dan kesempurnaan dari sakramen-sakramen lainnya.”
Maka, tak mengherankan jika St Faustina begitu berdevosi kepada Ekaristi
dan menulis begitu mengagumkan mengenainya dalam Buku Catatan Harian:
“O, betapa suatu misteri yang menakjubkan terjadi dalam Misa Kudus! ...
Suatu hari kelak kita akan tahu apa yang Tuhan perbuat bagi kita dalam
setiap Misa, dan karunia-karunia apa yang Ia sediakan bagi kita di
dalamnya. Hanya kasih ilahi-Nya yang dapat memperkenankan suatu karunia
yang sedemikian disediakan bagi kita… sumber hidup ini memancar dengan
kemanisan dan kuasa yang begitu rupa (914)….”
“Segala yang baik dalam diriku berasal dari Komuni Kudus (1392)…. Di
sinilah terletak segala rahasia kekudusanku (1489)…hanya satu hal saja
yang menopangku, yaitu Komuni Kudus. Daripadanya aku menimba segala
kekuatanku; daripadanyalah segala penghiburanku…. Yesus yang tersamar
dalam Hosti Kudus adalah segalanya bagiku…. Aku tak akan tahu bagaimana
memuliakan Tuhan jika aku tak memiliki Ekaristi dalam hatiku (1037)….”
“O Hosti yang hidup, satu-satunya daya dan kekuatanku, sumber cinta dan
belas kasih, rengkuhlah seluruh dunia, perteguhlah jiwa-jiwa yang lemah.
O, diberkatilah saat ketika Yesus menempatkan dalam diri kita HatiNya
yang Maharahim! (223)
SAKRAMEN REKONSILIASI :
PENGADILAN KERAHIMAN ILAHI
Guna membantu kita mempersiapkan diri dalam menyambut Tubuh dan Darah,
Jiwa dan ke-Allah-an Juruselamat kita yang Maharahim dalam Ekaristi,
Tuhan meninggalkan bagi kita suatu “mukjizat belas kasih” yang lain,
yaitu Sakramen Rekonsiliasi. Di sini, juga, Yesus menghadirkan diri bagi
kita - kita semua, tak peduli betapa berat dosa kita - sebagai
Juruselamat yang Maharahim, sumber belas kasih yang membasuh, menghibur,
mengampuni dan memulihkan hidup kita.
“Apabila engkau datang dalam Sakramen Tobat, kepada sumber belas kasih
ini, Darah dan Air yang memancar dari HatiKu senantiasa tercurah
merasuki jiwamu (1602).… Dalam Pengadilan Belas Kasih (Sakramen
Rekonsiliasi) … mukjizat-mukjizat terbesar terjadi dan berulang tak
kunjung henti (1448).… Di sini, sengsara jiwa bertemu dengan Allah yang
berbelas kasih (1602).…”
“Datanglah penuh iman di hadapan wakil-Ku (1448).… Aku Sendiri yang
menantikan engkau di sana. Aku hanya tersamar dalam diri imam … Aku
Sendiri yang bertindak dalam jiwamu (1602).… Akuilah segala dosamu di
hadapan-Ku. Pribadi imam, bagi-Ku, hanyalah sekedar selubung. Janganlah
pernah menilai imam macam apa yang sedang Aku pergunakan sebagai alat;
bukalah jiwamu dalam pengakuan seperti yang akan engkau lakukan
terhadap-Ku, dan Aku akan memenuhi jiwamu dengan terang-Ku (1725).…”
“Walau suatu jiwa rusak bagaikan bangkai yang membusuk, hingga dari
sudut pandang manusia tidak akan ada lagi harapan pemulihan dan
segalanya akan menjadi sia-sia, namun tidak demikian bagi Allah.
Mukjizat Belas Kasih memulihkan jiwa itu sepenuhnya …. Dari sumber belas
kasih ini, jiwa-jiwa menimba rahmat, semata-mata hanya dengan timba
kepercayaan. Jika kepercayaan mereka besar, tak akan ada batas dalam
kemurahan hati-Ku (1448).”
Guna menekankan pentingnya kedua sakramen belas kasih yang luar biasa
ini, Tuhan kita menetapkan keduanya sebagai prasyarat untuk mendapatkan
janji-Nya akan pengampunan penuh atas dosa dan penghukuman bagi mereka
yang merayakan Pesta Kerahiman Ilahi. Paus Yohanes Paulus II, yang telah
berulang kali menekankan pentingnya pesan kerahiman, menasehati kita,
“Gereja dari Masa Adven yang baru… haruslah Gereja Ekaristi dan Tobat”
(Redemptor Hominis).
Dalam pidato penutup pada Sinode Uskup di Roma tahun 1983, Bapa Suci
menjelaskan bahwa kedua sakramen ini ditetapkan di Senakel dan saling
berhubungan erat satu dengan yang lainnya:
“Sesungguhnya, segera sesudah sengsara dan wafat-Nya, tepat pada hari
Kebangkitan-Nya, dalam peristiwa kunjungan pertama kepada para Rasul
yang berkumpul di Senakel, [di mana dilaksanakan penetapan Ekaristi]
Yesus Kristus mengucapkan kata-kata ini: `Terimalah Roh Kudus. Jikalau
kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu
menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada' (Yoh 20:22-23).
Pentingnya kata-kata dan peristiwa ini sebegitu rupa hingga hendaknya
dianggap sejajar dengan pentingnya Ekaristi itu sendiri” (Penitential
Catechesis).
SANTA PERAWAN MARIA :
BUNDA KERAHIMAN
“Aku bukan saja Ratu Surga, melainkan juga Bunda Kerahiman dan Bunda-mu (330)….”
“Aku Bunda bagi kalian semua, syukur kepada kerahiman Allah yang tak terselami (449)”
“Salam Ratu Tersuci, Bunda Kerahiman….” Selama berabad-abad umat beriman
menyapa Bunda Maria dengan gelar ini, dan sekarang, pada abad modern,
Paus Yohanes Paulus II menghadirkan kembali di hadapan kita pentingnya
peran unik Bunda Maria dalam rencana belas kasih Allah yang kekal. Dalam
ensikliknya, Dives In Misericordia, Bapa Suci menyisihkan satu bagian
yang sepenuhnya dipersembahkan kepada Santa Perawan Maria “Bunda
Kerahiman”. Dialah, menurut Bapa Suci, yang memiliki pemahaman paling
mendalam akan kerahiman ilahi, dialah yang, lebih dari segala manusia
lainnya, layak dan pantas menerima kerahiman Allah. Dipanggil dengan
suatu cara yang istimewa untuk ikut ambil bagian dalam misi Putranya
dalam menyatakan kasih-Nya, Bunda Maria tak kunjung henti mewartakan
kerahiman-Nya “dari generasi ke generasi”.
Bagi St Faustina, Bunda Maria adalah sumber belas kasih Allah yang tak
habis-habisnya, sebagai bunda, pelindung, guru, dan perantara. Dari
Santa Perawan, ia menerima karunia kemurnian yang istimewa, kekuatan
dalam penderitaan, dan pengajaran-pengajaran yang tak terhitung
banyaknya mengenai kehidupan rohani. “Bunda Maria adalah instrukturku,”
tulis St Faustina, “yang senantiasa mengajariku bagaimana hidup bagi
Tuhan (620)…. Semakin aku meneladani Bunda Allah, semakin aku mengenal
Allah secara lebih mendalam (843)… sebelum setiap Komuni Kudus, dengan
sungguh aku mohon Bunda Allah untuk menolong mempersiapkan jiwaku bagi
kedatangan Putranya (114)…. Bunda Maria mengajarkan kepadaku bagaimana
mengasihi Tuhan dari lubuk hati yang terdalam dan bagaimana melaksanakan
kehendak-Nya yang kudus dalam segala hal (40)…. O Bunda Maria,
Bunda-ku, aku menempatkan segalanya dalam tanganmu (79)…. Engkaulah
sukacita, sebab melalui engkau, Allah turun ke dalam dunia (dan) ke
dalam hatiku (40).”
MEWARTAKAN KERAHIMAN ILAHI
“Gereja,” tulis Paus Yohanes Paulus II, “haruslah menganggap sebagai
salah satu tugas utamanya - di setiap tingkat sejarah manusia dan
teristimewa di abad modern sekarang ini - mewartakan serta menghadirkan
ke dalam jiwa misteri kerahiman yang secara luar biasa dinyatakan dalam
Yesus Kristus” (Dives In Misericordia).
Pentingnya mewartakan Kerahiman Ilahi merupakan tema yang terus-menerus muncul dalam Buku Catatan Harian St Faustina:
“Wartakanlah bahwa kerahiman adalah sifat Allah yang utama. Segala karya tangan-Ku dimahkotai dengan belas kasih (301)….”
“Wartakanlah ke segenap penjuru dunia kerahiman-Ku yang tak terselami (1142)….”
“Jiwa-jiwa yang mewartakan kemuliaan kerahiman-Ku akan Aku lindungi
sepanjang hidup mereka bagaikan seorang ibunda yang lembut hati menjaga
bayinya, dan di saat ajal, Aku tak akan menjadi hakim bagi mereka,
melainkan Juruselamat yang penuh Belas Kasih (1075)….”
“Wartakanlah dengan segala daya upayamu Devosi kepada Kerahiman Ilahi.
Aku Sendiri yang akan menyempurnakan kekuranganmu. Katakanlah kepada
segenap umat manusia yang sakit untuk datang merapat pada Hati-Ku yang
berbelas kasih, Aku akan memenuhinya dengan damai sejahtera (1074).”
“Katakanlah kepada para imam-Ku bahwa para pendosa yang keras hati akan
bertobat karena mendengarkan perkataan mereka saat para imam-Ku itu
berbicara mengenai kerahiman-Ku yang tak terselami, mengenai cinta kasih
dalam Hati-Ku bagi mereka. Kepada para imam yang mewartakan serta
mengagungkan kerahiman-Ku, Aku akan menganugerahkan kuasa yang
menakjubkan; Aku akan mengurapi perkataan mereka dan menyentuh hati
orang-orang kepada siapa mereka berbicara (1521).”
MEMPERSIAPKAN KEDATANGAN YESUS YANG TERAKHIR
Tuhan kita menyatakan dengan sangat jelas kepada St Faustina betapa
penting serta mendesak untuk mewartakan pesan kerahiman-Nya, sebab dunia
membutuhkannya sebagai persiapan menjelang kedatangan-Nya kembali:
“Berbicaralah kepada dunia mengenai kerahiman-Ku…. Itulah tanda akhir
jaman.* Sesudahnya akan datang Hari Pengadilan (848)…. Engkau akan
mempersiapkan dunia bagi kedatangan-Ku yang terakhir (429)…. Katakanlah
kepada jiwa-jiwa mengenai belas kasih-Ku yang luar biasa ini, karena
hari yang mengerikan, hari Pengadilan-Ku, sudah dekat (965)”
* “Akhir jaman” dimulai dengan turunnya Roh Kudus dan lahirnya Gereja
Berulang kali Tuhan kita mengatakan kepada St Faustina bahwa Ia
menawarkan kepada para pendosa “pengharapan terakhir bagi keselamatan.”
Tak peduli betapa berat dosa-dosa kita, Ia menghendaki kita datang
kembali kepada-Nya, tetapi kita harus menanggapi panggilan-Nya sekarang,
sementara masih ada waktu belas kasih:
“Sebelum Hari Pengadilan, Aku akan mengadakan Hari Kerahiman (1588)….
Aku memperpanjang masa belas kasih demi para pendosa. Tetapi, celakalah
mereka apabila mereka tidak mengenali masa kunjungan-Ku ini (1160)….”
“Sementara masih ada waktu, biarlah mereka memperoleh pertolongan dari
sumber kerahiman-Ku (848)…. Ia yang menolak untuk masuk lewat pintu
belas kasih-Ku, harus masuk lewat pintu keadilan-Ku (1146)”
Bunda Maria juga berbicara kepada St Faustina mengenai mendesaknya pesan kerahiman:
“Haruslah engkau berbicara kepada seluruh dunia mengenai kerahiman-Nya
yang tak terhingga dan mempersiapkan dunia bagi Kedatangan Kedua dari
Dia yang akan datang, bukan sebagai Juruselamat yang penuh belas kasih,
melainkan sebagai Hakim yang adil. Oh, betapa mengerikan hari itu! Hari
Pengadilan telah ditetapkan, hari murka Allah. Para malaikat gemetar
karenanya. Berbicaralah kepada jiwa-jiwa mengenai kerahiman yang luar
biasa ini sementara masih ada waktu untuk menganugerahkan belas kasih
(635)”
Bapa Suci Yohanes Paulus II tampaknya memiliki kepekaan yang kuat
terhadap gentingnya pesan ini. Pada tahun 1981, di tempat ziarah Cinta
yang Berbelas Kasih di Collevalenza, Italia, ia menyatakan bahwa sejak
awal mula pelayanannya, ia telah menganggap pesan kerahiman sebagai
“tugas istimewa” yang dipercayakan Tuhan kepadanya “dalam situasi
manusia, Gereja dan dunia sekarang.” Dalam empat ensikliknya, berulang
kali sri paus berbicara mengenai tahun 2000 sebagai “Masa Adven yang
baru” dan menekankan bahwa kita sekarang hidup dalam suatu masa
persiapan khusus bagi kedatangan kembali Tuhan kita. Ia mendesak kita
untuk “memohon dengan sangat kerahiman Allah bagi segenap umat manusia
dalam masa sejarah ini… memohon belas kasih Allah pada masa yang sulit
dan genting dari sejarah Gereja dan dunia sementara kita mendekati akhir
milenium kedua” (Dives In Misericordia).
KUMPULAN DOA ST FAUSTINA KOWALSKA
UCAPAN SYUKUR
O Yesus, Allah yang kekal, aku mengucap syukur kepada-Mu atas segala
rahmat dan berkat melimpah yang tak terbilang. Biarlah setiap detak
jantungku merupakan suatu madah syukur baru bagi-Mu, ya Tuhan. Biarlah
setiap tetes darahku mengalir bagi-Mu, ya Allah. Jiwaku adalah suatu
madah sembah sujud bagi kerahiman-Mu. Aku mengasihi Engkau, ya Tuhan,
hanya Engkau saja (1794).
SUJUD DI BAWAH KAKI KRISTUS DALAM EKARISTI
O Yesus, Tawanan Kasih Ilahi, apabila aku memikirkan kasih-Mu dan
bagaimana Engkau telah menghampakan DiriMu Sendiri bagiku, akal sehatku
tak kuasa memahaminya. Engkau menyembunyikan keagungan-Mu yang tak
terlukiskan dan merendahkan DiriMu Sendiri hingga setara dengan aku yang
hina. Ya Raja Kemuliaan, walau Engkau menyamarkan keelokan-Mu, namun
mata jiwaku menyingkapkan selubungnya. Aku melihat paduan suara malaikat
surga memuji-Mu tak kunjung henti, dan segenap Kuasa surgawi
memuliakan-Mu terus-menerus, tak henti-hentinya berseru: Kudus, Kudus,
Kudus.
Oh, siapakah gerangan yang mampu memahami cinta-Mu dan belas kasih-Mu
yang tak terhingga bagi kami! Wahai Tawanan Kasih, aku mengunci hatiku
yang malang dalam tabernakel ini agar ia dapat bersembah sujud di
hadapan-Mu siang dan malam tanpa henti. Tak ada suatu pun yang dapat
menghalangiku dalam adorasi ini, sebab, walau secara jasmani aku jauh,
hatiku senantiasa bersama-Mu. Tak ada suatu pun yang dapat menghentikan
kasihku untuk-Mu. Tak ada suatu pun yang dapat menghalangiku (80)….
O, Tritunggal Mahakudus, Allah yang Satu dan Esa, diberkatilah Engkau
atas karunia dan kesaksian belas kasih yang luar biasa ini (81)….
Aku menyembah Engkau, ya Allah dan Pencipta, yang tersamar dalam
Sakramen Mahakudus. Aku menyembah Engkau atas segala karya tangan-Mu,
yang mengungkapkan kepadaku begitu banyak kebijaksanaan, kebajikan dan
belas kasih, ya Tuhan. Engkau telah menghamparkan begitu banyak
keindahan di atas bumi, semuanya itu menyatakan kepadaku keindahan-Mu
Sendiri, meski segala keindahan ini hanyalah sebersit pantulan samar
akan Dikau, ya Keelokan yang tak terselami. Dan walau Engkau menyamarkan
DiriMu serta menyembunyikan keindahan-Mu, namun mataku, dengan
diterangi iman, mencapai Engkau, dan jiwaku mengenali Pencipta-nya,
Allah-nya yang Mahatinggi, dan hatiku sepenuhnya tenggelam dalam doa
sembah sujud (1692).
Ya Allah dan Pencipta-ku, kebajikan-Mu memberanikanku untuk berbicara
dengan-Mu. Belas kasih-Mu melenyapkan jurang yang memisahkan Sang
Pencipta dari makhluk ciptaan-Nya. Berbicara dengan-Mu, ya Tuhan, adalah
sukacita jiwaku. Dalam Engkau aku menemukan segalanya yang mungkin
pernah didamba hatiku. Di sini, terang-Mu mencerahkan akal budiku,
memampukannya mengenal Engkau lebih dan lebih dalam lagi. Di sini,
aliran-aliran rahmat mengaliri hatiku. Di sini, jiwaku menimba hidup
yang kekal. Ya Tuhan dan Pencipta-ku, Engkau saja, yang melampaui segala
rahmat ini, berikanlah DiriMu Sendiri kepadaku dan persatukanlah DiriMu
dengan mesra dengan makhluk ciptaan-Mu yang malang (1692).
Ya Kristus, aku teramat bahagia apabila melihat Engkau dikasihi, dan
bahwa puji-pujian kemuliaan-Mu menggema, teristimewa pujian bagi
kerahiman-Mu. Ya Kristus, hingga titik akhir hidupku, aku tak akan
berhenti mengagungkan kebajikan dan belas kasih-Mu. Dengan setiap tetes
darahku, dengan setiap detak jantungku, aku mengagungkan belas kasih-Mu.
Aku rindu untuk sepenuhnya diubah ke dalam madah kemuliaan-Mu. Apabila
aku mendapati diriku di ambang maut, kiranya detak jantungku yang
terakhir merupakan madah kasih yang meluhurkan kerahiman-Mu yang tak
terselami (1780).
KEPADA BUNDA ALLAH
Ya Santa Perawan Maria, Bunda-ku dan Ratu-ku. Kepadamu kupersembahkan
jiwaku, tubuhku, hidup dan matiku, dan segala yang akan terjadi
sesudahnya. Aku meletakkan semuanya dalam tangan-tanganmu yang kudus. Ya
Bunda-ku, naungilah jiwaku dengan mantol keperawananmu dan
anugerahkanlah bagiku rahmat kemurnian hati, jiwa dan badan. Belalah aku
dengan kuasamu melawan segala musuh, teristimewa terhadap mereka yang
menyamarkan kejahatan mereka di balik topeng kebajikan (79)….
Kokohkanlah jiwaku agar sengsara jangan sampai menghancurkannya. Bunda
segala rahmat, ajarilah aku untuk hidup dalam kuasa Allah (315)….
Ya Santa Perawan Maria … sebilah pedang keji telah menembusi jiwamu yang
kudus. Selain Tuhan, tak seorang pun tahu betapa dalam dukacitamu.
Namun demikian, jiwamu tak hancur; melainkan gagah berani, sebab jiwamu
bersama Yesus. Bunda yang termanis, persatukanlah jiwaku dengan Yesus,
sebab hanya dengan demikianlah aku akan dapat menanggung segala
pencobaan dan penderitaan, dan hanya dalam persatuan dengan Yesus,
kurban-kurban kecilku dapat berkenan kepada Allah. Bunda yang termanis,
teruslah mengajariku tentang kehidupan batin. Kiranya pedang penderitaan
tak akan pernah menghancurkanku. Ya Perawan yang termurni, curahkanlah
keberanian atas hatiku dan jagailah hatiku (915).
MEMORARE KEPADA ST YOSEF
St Faustina menulis dalam Buku Catatan Hariannya: “St Yosef mendorongku
untuk berdevosi tetap kepadanya. Ia sendiri yang mengatakan kepadaku
agar ketiga doa [Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan] dan Memorare
didaraskan satu kali setiap hari. St Yosef memandangku dengan penuh
kasih sayang dan memberitahukan kepadaku betapa ia mendukung karya ini
[Devosi Kerahiman Ilahi]. Ia menjanjikan pertolongan dan perlindungannya
yang khusus. Aku mendaraskan doa-doa itu setiap hari dan merasakan
perlindungan istimewa darinya” (1203).
Memorare yang dimaksud adalah doa kepada St Yosef yang biasa didaraskan
setiap hari dalam komunitas religius di mana St Faustina tinggal:
Ingatlah, ya suami Maria yang termurni, pelindungku yang terkasih, St
Yosef, belum pernah terdengar bahwa seorang pun yang mohon
perlindunganmu dan mohon pertolonganmu dibiarkan seorang diri tanpa
penghiburan.
Terdorong oleh keyakinan ini, aku datang kepadamu, dan dengan segala
hasrat hatiku, aku mempercayakan diriku kepadamu. Janganlah menolak
doaku, ya Bapa Asuh Juruselamat kami, melainkan dengan penuh belas kasih
dengarkanlah dan jawablah doaku. Amin.
MOHON HATI YANG BERBELAS KASIH
O Yesus, aku tahu bahwa belas kasih-Mu melampaui segala akal budi kami,
sebab itu aku mohon kepada-Mu, buatlah hatiku demikian besar hingga
cukup ruangan bagi kepentingan segenap jiwa-jiwa yang hidup di atas muka
bumi … maupun segenap jiwa-jiwa menderita dalam api penyucian…. Berilah
aku hati yang peka terhadap segala penderitaan sesamaku, baik
penderitaan jiwa maupun raga. Ya Yesus-Ku, aku tahu bahwa Engkau
memperlakukan kami seperti kami memperlakukan sesama kami…. Buatlah
hatiku serupa dengan Hati-Mu yang penuh belas kasih (692)…. Ubahlah
hatiku menjadi seperti Hati-Mu Sendiri agar aku mampu mengenali
kebutuhan orang-orang lain, teristimewa mereka yang malang dan
menderita. Kiranya sinar-sinar belas kasih-Mu tinggal dalam hatiku
(514)…. Yesus, bantulah aku melewatkan masa hidupku dengan berbuat baik
bagi sesama (692).
DEMI PERTOBATAN ORANG-ORANG BERDOSA
Yesus bersabda kepada St Faustina:
“Engkau senantiasa menghibur Hati-Ku apabila engkau berdoa bagi
orang-orang berdosa. Doa yang paling menyenangkan Hati-Ku adalah doa
bagi pertobatan mereka. Ketahuilah, puteri-Ku, bahwa doa-doa ini akan
senantiasa didengar dan dijawab (1397).”
“Aku ingin engkau tahu secara lebih mendalam kasih yang berkobar-kobar
dalam Hati-Ku bagi jiwa-jiwa; engkau akan mampu memahami hal ini apabila
engkau merenungkan Sengsara-Ku. Mohonlah belas kasih-Ku demi
orang-orang berdosa; Aku menghendaki keselamatan mereka. Apabila engkau
mendaraskan doa ini dengan hati penuh sesal dan iman yang teguh atas
nama orang-orang berdosa, Aku akan menganugerahkan kepada mereka rahmat
pertobatan. Inilah doa itu:
Darah dan Air,
yang telah memancar dari Hati Yesus
sebagai sumber kerahiman bagi kami.
Engkaulah andalanku! (186, 187)
Ya Yesus, Kebenaran kekal, Hidup kami, aku berseru kepada-Mu, mohon
belas kasih-Mu bagi orang-orang berdosa yang malang. Ya Hati Tuhan-ku
yang termanis, yang berlimpah kasih sayang dan belas kasih yang tak
terhingga, aku mohon dengan sangat kepada-Mu demi orang-orang berdosa.
Ya, Hati Yesus yang Mahakudus, Sumber Belas Kasih yang daripadanya
memancar berkas-berkas rahmat yang tak terselami atas segenap umat
manusia, aku mohon pada-Mu terang bagi para pendosa yang malang. Ya
Yesus, ingatlah akan Sengsara-Mu Sendiri yang pahit, jangan biarkan
hilang jiwa-jiwa yang telah Engkau tebus dengan harga yang tak ternilai,
DarahMu yang Mahasuci.
Ya Yesus, apabila aku merenungkan nilai tak terkira Darah Mahasuci, aku
bersukacita atas daya kuasanya, sebab setetes saja akan cukup bagi
keselamatan segenap orang-orang berdosa. Meski dosa adalah jurang
kekejian dan kedurhakaan, harga yang telah dibayarkan bagi kami jauh
melampauinya. Sebab itu, biarlah kiranya setiap jiwa mengandalkan
Sengsara Yesus dan menempatkan pengharapannya pada belas kasih-Nya.
Tuhan tak akan mengingkari belas kasih-Nya bagi siapa pun. Langit dan
bumi akan lenyap, tetapi belas kasih Allah tak akan berkesudahan. Oh,
betapa sukacita hebat menyala-nyala dalam hatiku apabila aku merenungkan
kebajikan-Mu yang melampaui segala pengertian kami, ya Yesus! Aku rindu
membawa segenap orang berdosa ke hadapan kaki-Mu agar mereka dapat
memuliakan kerahiman-Mu sepanjang kekekalan masa (72).
DALAM DERITA
Renungan St Faustina:
Oh, andai saja jiwa menderita tahu betapa Allah mengasihinya, pastilah
ia mati karena sukacita dan bahagia yang dahsyat! Suatu hari kelak, kita
akan paham nilai penderitaan, tetapi saat itu kita tak lagi dapat
menderita. Waktu sekarang adalah waktu kita (963).
Yesus, janganlah tinggalkan aku seorang diri dalam penderitaan. Engkau
tahu, Tuhan, betapa lemahnya aku. Aku ini jurang kemalangan, aku ini
ketiadaan itu sendiri; jadi adakah mengherankan bila Engkau
meninggalkanku sendirian dan aku jatuh? Aku ini seorang bayi, ya Tuhan,
aku tak dapat mengurus diriku sendiri. Tetapi, di atas segala perasaan
ditinggalkan ini, aku percaya; kendati perasaanku sendiri, aku percaya;
aku sepenuhnya diubah ke dalam kepercayaan - meskipun seringkali
kepercayaanku bertentangan dengan apa yang aku rasakan.
Janganlah meringankan sedikit pun penderitaanku, melainkan berilah aku
kekuatan untuk menanggungnya. Perbuatlah padaku sekehendak hati-Mu, ya
Tuhan, hanya saja berilah aku rahmat untuk senantiasa dapat mengasihi
Engkau dalam setiap keadaan dan peristiwa. Tuhan, janganlah mengurangkan
piala sengsaraku, tetapi berilah aku kekuatan agar aku dapat meneguknya
hingga tetes terakhir (1489).
BAGI TANAH AIR
Ya Yesus yang Maharahim, aku mohon dengan sangat kepada-Mu dengan
perantaraan para kudus-Mu dan teristimewa perantaraan BundaMu terkasih
yang merawat-Mu sejak masa kanak-kanak: berkatilah tanah airku. Aku
mohon pada-Mu, ya Yesus, janganlah pandang dosa-dosa kami, melainkan
pandanglah dengan penuh belas kasih airmata kanak-kanak kecil, karena
lapar dan dingin yang mereka derita. Yesus, demi anak-anak yang tak
berdosa ini, anugerahkanlah berkat yang aku mohon kepada-Mu bagi tanah
airku (286).
Saat St Faustina mengucapkan doa ini, ia melihat Yesus, mata Tuhan kita
berlinang airmata; Ia berkata, “Kau lihat, puteri-Ku, betapa besar kasih
sayangku kepada mereka. Ketahui, merekalah yang menopang dunia (286).
Doa-doa lainnya dapat dilihat di buku “Yesus Engkaulah Andalanku -
Devosi kepada Kerahiman Ilahi” oleh Stefan Leks; penerbit Kanisius 1993;
atau di booklet “Devosi kepada Kerahiman Ilahi” oleh Stefan Leks;
penerbit Kanisius 1993.
ST FAUSTINA KOWALSKA :
RASUL KERAHIMAN ILAHI
Helena Kowalska dilahirkan di Glogowiec, Polandia pada tanggal 25
Agustus 1905 sebagai anak ketiga dari sepuluh putera-puteri pasangan
suami isteri Katolik yang saleh Stanislaw Kowalski dan Marianna Babel.
Ayahnya seorang petani merangkap tukang kayu. Keluarga Kowalski, sama
seperti penduduk Glogowiec lainnya, hidup miskin dan menderita dalam
penjajahan Polandia oleh Rusia.
Helena hanya sempat bersekolah hingga kelas 3 SD saja. Ia seorang anak
yang cerdas dan rajin, juga rendah hati dan lemah lembut hingga disukai
orang banyak. Sementara menggembalakan sapi, Helena biasa membaca buku;
buku kegemarannya adalah riwayat hidup para santa dan santo. Seringkali
ia mengumpulkan teman-teman sebayanya dan menjadi `katekis' bagi mereka
dengan menceritakan kisah santa dan santo yang dikenalnya. Helena kecil
juga suka berdoa. Kerapkali ia bangun tengah malam dan berdoa seorang
diri hingga lama sekali. Apabila ibunya menegur, ia akan menjawab,
“Malaikat pelindung yang membangunkanku untuk berdoa.”
Ketika usianya 16 tahun, Helena mulai bekerja sebagai pembantu rumah
tangga agar dapat meringankan beban ekonomi keluarga. Tetapi, setahun
kemudian ia pulang ke rumah untuk minta ijin masuk biara. Mendengar
keinginan Helena, ayahnya menanggapi dengan tegas, “Papa tidak punya
uang untuk membelikan pakaian dan barang-barang lain yang kau perlukan
di biara. Selain itu, Papa masih menanggung hutang!” Puterinya mendesak,
“Papa, aku tidak perlu uang. Tuhan Yesus Sendiri yang akan mengusahakan
aku masuk biara.” Namun, orangtuanya tetap tidak memberikan persetujuan
mereka.
Patuh pada kehendak orangtua, Helena bekerja kembali sebagai pembantu.
Ia hidup penuh penyangkalan diri dan matiraga, hingga suatu hari pada
bulan Juli 1924 terjadi suatu peristiwa yang menggoncang jiwanya.
“Suatu ketika aku berada di sebuah pesta dansa dengan salah seorang
saudariku. Sementara semua orang berpesta-pora, jiwaku tersiksa begitu
hebat. Ketika aku mulai berdansa, sekonyong-konyong aku melihat Yesus di
sampingku; Yesus menderita sengsara, nyaris telanjang, sekujur
tubuh-Nya penuh luka-luka; Ia berkata kepadaku: “Berapa lama lagi Aku
akan tahan denganmu dan berapa lama lagi engkau akan mengabaikan-Ku”
Saat itu hingar-bingar musik berhenti, orang-orang di sekelilingku
lenyap dari penglihatan; hanya ada Yesus dan aku di sana. Aku mengambil
tempat duduk di samping saudariku terkasih, berpura-pura sakit kepala
guna menutupi apa yang terjadi dalam jiwaku. Beberapa saat kemudian aku
menyelinap pergi, meninggalkan saudari dan semua teman-temanku,
melangkahkan kaki menuju Katedral St Stanislaus Kostka.
Lampu-lampu sudah mulai dinyalakan; hanya sedikit orang saja ada dalam
katedral. Tanpa mempedulikan sekeliling, aku rebah (= prostratio) di
hadapan Sakramen Mahakudus dan memohon dengan sangat kepada Tuhan agar
berbaik hati membuatku mengerti apa yang harus aku lakukan selanjutnya.
Lalu aku mendengar kata-kata ini: “Segeralah pergi ke Warsawa, engkau
akan masuk suatu biara di sana.” Aku bangkit berdiri, pulang ke rumah,
membereskan hal-hal yang perlu diselesaikan. Sebisaku, aku menceritakan
kepada saudariku apa yang telah terjadi dalam jiwaku. Aku memintanya
untuk menyampaikan selamat tinggal kepada orangtua kami, dan lalu,
dengan baju yang melekat di tubuh, tanpa barang-barang lainnya, aku tiba
di Warsawa,” demikian tulis St Faustina di kemudian hari.
Setelah ditolak di banyak biara, akhirnya Helena tiba di biara
Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih. Kongregasi
ini membaktikan diri pada pelayanan kepada para perempuan yang terlantar
secara moral. Sejak awal didirikannya oleh Teresa Rondeau, kongregasi
mengaitkan misinya dengan misteri Kerahiman Ilahi dan misteri Santa
Perawan Maria Berbelas Kasih.
“Ketika Moeder Superior, yaitu Moeder Jenderal Michael yang sekarang,
keluar untuk menemuiku, setelah berbincang sejenak, ia menyuruhku untuk
menemui Tuan rumah dan menanyakan apakah Ia mau menerimaku. Seketika aku
mengerti bahwa aku diminta menanyakan hal ini kepada Tuhan Yesus.
Dengan kegirangan aku menuju kapel dan bertanya kepada Yesus: “Tuan
rumah ini, apakah Engkau mau menerimaku? Salah seorang suster menyuruhku
untuk menanyakannya kepada-Mu.”
Segera aku mendengar suara ini: “Aku menerimamu; engkau ada dalam
Hati-Ku.” Ketika aku kembali dari kapel, Moeder Superior langsung
bertanya, “Bagaimana, apakah sang Tuan menerimamu?” Aku menjawab, “Ya.”
“Jika Tuan telah menerimamu, maka aku juga akan menerimamu.” Begitulah
bagaimana aku diterima dalam biara.”
Namun demikian, Helena masih harus tetap bekerja lebih dari setahun
lamanya guna mengumpulkan cukup uang untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari pada tahap awal tinggal di biara. Akhirnya pada tanggal 1
Agustus 1925, menjelang ulangtahunnya yang ke-20, Helena diterima dalam
Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih. “Aku merasa
sangat bahagia, seakan-akan aku telah melangkahkan kaki ke dalam
kehidupan Firdaus,” kenang St Faustina.
Setelah tinggal di biara, Helena terkejut melihat kehidupan para
biarawati yang sibuk sekali hingga kurang berdoa. Karenanya, tiga minggu
kemudian Helena bermaksud meninggalkan biara dan pindah ke suatu biara
kontemplatif yang menyediakan lebih banyak waktu untuk berdoa. Helena
yang bingung dan bimbang rebah dalam doa di kamarnya. “Beberapa saat
kemudian suatu terang memenuhi bilikku, dan di atas tirai aku melihat
wajah Yesus yang amat menderita. Luka-luka menganga memenuhi WajahNya
dan butir-butir besar airmata jatuh menetes ke atas seprei tempat
tidurku. Tak paham arti semua ini, aku bertanya kepada Yesus, “Yesus,
siapakah gerangan yang telah menyengsarakan-Mu begitu rupa?” Yesus
berkata kepadaku: “Engkaulah yang yang akan mengakibatkan sengsara ini
pada-Ku jika engkau meninggalkan biara. Ke tempat inilah engkau
Ku-panggil dan bukan ke tempat lain; Aku telah menyediakan banyak rahmat
bagimu.” Aku mohon pengampunan pada Yesus dan segera mengubah
keputusanku.”
Pada tanggal 30 April 1926, Helena menerima jubah biara dan nama baru,
yaitu Sr Maria Faustina; di belakang namanya, seijin kongregasi ia
menambahkan “dari Sakramen Mahakudus”. Dalam upacara penerimaan jubah,
dua kali Sr Faustina tiba-tiba lemas; pertama, ketika menerima jubah;
kedua, ketika jubah dikenakan padanya. Dalam Buku Catatan Harian, St
Faustina menulis bahwa ia panik sekaligus tidak berdaya karena pada saat
itu ia melihat penderitaan yang harus ditanggungnya sebagai seorang
biarawati. Dalam biara, tugas yang dipercayakan kepadanya sungguh
sederhana, yaitu di dapur, di kebun atau di pintu sebagai penerima tamu.
Semuanya dijalankan Sr Faustina dengan penuh kerendahan hati.
Pada tanggal 16 April 1928, pada hari Jumat Agung, Sr Faustina mengalami
kasih Allah secara istimewa hingga ia melupakan segala derita di masa
lampau dan semakin memahami sengsara Kristus. Pada tanggal 30 April 1928
Sr Faustina mengucapkan Kaul Pertama yang akan diperbaharui setiap
tahun selama lima tahun berturut-turut hingga mengucapkan kaul kekal.
Pertengahan tahun 1930, Sr Faustina dipindahkan ke biara di kota Plock.
Pada tanggal 22 Februari 1931, St Faustina mulai menerima pesan
kerahiman ilahi dari Kristus. Pada tanggal 18 April 1933 Sr Faustina
tiba di Krakow untuk mengikuti retret selama delapan hari sebelum
akhirnya mengucapkan kaul kekal pada tanggal 1 Mei 1933. Ia tinggal di
biara Krakow selama satu bulan lamanya. Pada tanggal 25 Mei 1933 Sr
Faustina dipindahkan ke Vilnius, Lituania. Ia singgah sebentar di kota
Czestochowa, yang dikenal sebagai kota Bunda Maria Berbelas Kasih.
Di Vilinius, Sr Faustina diserahi tugas sebagai tukang kebun. Melalui
pekerjaan sederhana ini Faustina ingin menyenangkan Tuhan dan semua
orang. Bunga-bunga terindah dibawanya ke altar. Buah-buah pohon pertama
dibawanya kepada suster pemimpin biara atau pastor yang biasa melayani
para suster sebagai pembimbing rohani. Sebuah kejutan menanti Sr
Faustina di Vilinius. Sudah dua kali ia mendapat penglihatan tentang
seorang imam yang akan menjadi pembimbing rohaninya. Dan, akhirnya, ia
melihatnya di Biara Vilnius. Imam itu bernama Mikhael Sopocko. Bapa
pengakuan para suster ini seorang terpelajar, seorang profesor teologi
di Universitas Stefan Batory, Vilinius.
Pater Sopocko menguji Faustina dengan sungguh-sungguh. Ia juga menyuruh
Sr Faustina menemui seorang psikiater, Dr. Maria Maciejewska, untuk
diperiksa secara seksama. Hanya setelah Faustina dinyatakan sehat secara
psikis, ia bersikap positif terhadap Sr Faustina dan bahkan menjadi
pelaksana misi yang dipercayakan Tuhan kepada Faustina.
Pater Sopocko meminta Faustina mencatat semua yang dialaminya. Meski
sadar akan ketidaklayakannya, serta ngeri akan pemikiran harus berusaha
menuliskan sesuatu, toh akhirnya, pada tahun 1934, ia mulai menulis
dalam ketaatan pada pembimbing rohaninya, dan juga pada Tuhan Yesus
Sendiri. Mula-mula ia menuliskan pengalamannya pada kertas-kertas kecil.
Kemudian ia mulai menuliskannya pada buku-buku tulis biasa. Hingga
akhir hidupnya, selama empat tahun, ia mencatat wahyu-wahyu ilahi,
pengalaman-pengalaman mistik, juga pikiran-pikiran dari lubuk hatinya
sendiri, pemahaman serta doa-doanya. Hasilnya adalah suatu buku catatan
harian setebal 600 halaman, yang dalam bahasa sederhana mengulang serta
menjelaskan kisah kasih Injil Allah bagi umatnya, dan di atas segalanya,
menekankan pentingnya kepercayaan pada tindak kasih-Nya dalam segala
segi kehidupan kita. Buku itu menunjukkan suatu contoh luar biasa
bagaimana menanggapi belas kasih Allah dan mewujud-nyatakannya kepada
sesama.
Di kemudian hari, ketika tulisan-tulisan St Faustina diperiksa, para
ilmuwan dan juga para teolog terheran-heran bahwa seorang biarawati
sederhana dengan pendikan formal yang amat minim dapat menulis begitu
jelas serta terperinci; mereka memaklumkan bahwa tulisan St Faustina
sepenuhnya benar secara teologis, dan bahwa tulisannya itu setara dengan
karya-karya tulis para mistikus besar.
Dari Buku Catatan Harian pula kita tahu bahwa pada tanggal 29 Maret
1934, pada hari Kamis Putih, Sr Faustina dengan suka rela
mempersembahkan diri sebagai jiwa-silih demi bertobatnya para pendosa,
khususnya mereka yang telah kehilangan kepercayaan akan kerahiman Allah.
Sebagaimana Kristus memintanya untuk menjadi rasul dan sekretaris
Kerahiman Ilahi, menjadi teladan belas kasih kepada sesama, menjadi
alat-Nya untuk menegaskan kembali rencana belas kasih Allah bagi dunia,
demikianlah Sr Faustina mempersembahkan seluruh hidupnya sebagai suatu
kurban - hidup yang diperuntukkan bagi orang lain. Dalam hidup
sehari-hari ia akan menjadi pelaku belas kasih, pembawa sukacita dan
damai bagi sesama; dan dengan menulis mengenai kerahiman ilahi, ia
mendorong yang lain untuk mengandalkan Yesus dan dengan demikian
mempersiapkan dunia bagi kedatangan-Nya kembali.
Pada tanggal 4 Mei 1936, Sr Faustina mendapatkan ijin untuk mendirikan
konggregasi baru, tetapi setelah menerima ijin ia justru menjadi tidak
berdaya dan tidak mampu melangkah lebih jauh.
Pada bulan September 1937, ketika Faustina menjadi penerima tamu di
biara, saat turun hujan deras, pintu biara diketuk oleh seorang pemuda
yang berpakaian compang-camping. Sr Faustina memberinya sup. Beberapa
saat kemudian, sementara membereskan piring sup yang telah kosong, ia
tersadar bahwa pemuda itu adalah Tuhan Yesus sendiri. Sekonyong-konyong
Yesus pun lenyap dari hadapannya. Dalam bulan September itu juga, Sr
Faustina pergi ke percetakan untuk membicarakan kemungkinan mencetak
gambar-gambar Yesus yang Maharahim.
Devosinya yang istimewa kepada Santa Perawan Maria Tak Bercela, kepada
Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat memberi St Faustina kekuatan untuk
menanggung segala penderitaannya sebagai suatu persembahan kepada Tuhan
atas nama Gereja dan mereka yang memiliki kepentingan khusus,
teristimewa para pendosa berat dan mereka yang di ambang maut.
St Faustina Kowalska menulis dan menderita diam-diam, hanya pembimbing
rohani dan beberapa superior saja yang mengetahui bahwa suatu yang
istimewa tengah terjadi dalam hidupnya. Setelah wafat St Faustina,
bahkan teman-temannya yang terdekat terperanjat mengetahui betapa besar
penderitaan dan betapa dalam pengalaman-pengalaman mistik yang
dianugerahkan kepada saudari mereka ini, yang senantiasa penuh sukacita
dan bersahaja.
Kesehatan Sr Faustina semakin memburuk akibat penyakit TBC dan pada
tanggal 21 April 1938 ia harus dirawat di rumah sakit. Kepada Moeder
Jenderal ia menulis, “Aku semakin diliputi rasa rindu akan Allah.
Kematian tidak menakutkanku, jiwaku penuh kedamaian.” Dan ia mengakhiri
suratnya dengan kata-kata, “Sampai jumpa di surga.” Karena tubuhnya amat
lemah, ia dilarang menyambut Komuni. Namun malaikat datang membawa
Komuni Kudus kepadanya, seraya berkata, “ Inilah Tuhan para malaikat.”
Hal ini berlangsung selama 13 kali berturut-turut.
Pada tanggal 26 September 1938, Pater Sopocko mengunjungi Sr Faustina di
Krakow. Faustina mengatakan kepadanya, “Aku sibuk berelasi erat dengan
Bapa Surgawi.” Dalam kunjungan itu, timbul kesan dalam diri Pater
Sopocko bahwa Faustina adalah seorang insan surgawi. Ternyata itulah
kunjungan terakhir Pater Sopocko kepada Faustina, karena beberapa hari
kemudian, 5 Oktober 1938 pukul 22.45, Sr Faustina wafat dalam usia 33
tahun di Krakow. Pada tanggal 6 Oktober 1938, jenazah Faustina
disemayamkan di kapel kecil, di bawah lantai gereja. Pada tgl 7 Oktober
1938, pada hari Jumat pertama, yang adalah juga Pesta Santa Perawan
Maria Ratu Rosario, Faustina dimakamkan di pemakaman biara. Di kemudian
hari, makamnya dipindahkan ke sebuah kapel yang dibangun khusus di
biara. Pada tahun 1967, dengan dekrit Kardinal Karol Wojtyla, Uskup
Agung Krakow, kapel tersebut dijadikan sanctuarium reliqui Abdi Allah Sr
Faustina Kowalska.
Pada tahun 1941, Moeder Michael mulai memperkenalkan devosi kerahiman
ilahi kepada seluruh konggregasi. Sekarang, pesan Kerahiman Ilahi yang
diterima St Faustina telah tersebar luas ke segenap penjuru dunia dan
buku catatan hariannya, “Kerahiman Ilahi Dalam Jiwaku” menjadi buku
pegangan bagi Devosi Kerahiman Ilahi. St Faustina sendiri tak akan
terkejut mengenai hal ini, sebab telah dikatakan kepadanya bahwa pesan
kerahiman ilahi akan tersebar luas melalui tulisan-tulisan tangannya
demi keselamatan jiwa-jiwa.
Dalam suatu pernyataan nubuat yang ditulisnya, St Faustina memaklumkan:
“Aku merasa yakin bahwa misiku tidak akan berakhir sesudah kematianku,
melainkan akan dimulai. Wahai jiwa-jiwa yang bimbang, aku akan
menyingkapkan bagi kalian selubung surga guna meyakinkan kalian akan
kebajikan Allah” (Buku Catatan Harian, 281).
Pada tanggal 31 Januari 1968, berdasarkan keputusan Vatican, dibukalah
proses beatifikasi Abdi Allah Sr Faustina. Pada Pesta Kerahiman Ilahi
tanggal 18 April 1993, Sr Faustina dibeatifikasi oleh Paus Yohanes
Paulus II dan pada Pesta Kerahiman Ilahi tanggal 30 April 2000
dikanonisasi oleh paus yang sama. Pesta St Faustina dirayakan setiap
tanggal 5 Oktober.
PAUS YOHANES PAULUS II :
PAUS KERAHIMAN
“Ketika aku berdoa untuk tanah airku, Polandia, aku mendengar Yesus bersabda,
'Dari Polandia akan muncul `anak api' yang akan mempersiapkan dunia untuk kedatangan-Ku yang terakhir.'”
~ St Faustina Kowalska, Buku Catatan Harian VI, 93
Dan sungguh terjadi; dialah Karol Wojtyla, yang menjadi Paus Yohanes Paulus II
Pada tanggal 6 Maret 1959 Paus Yohanes XXIII memaklumkan dilarangnya
penyebarluasan Devosi Kerahiman Ilahi dalam bentuk seperti yang
diajarkan dalam tulisan-tulisan Sr Faustina. Beberapa tahun kemudian,
tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1965, Kardinal Karol Wojtyla selaku
Uskup Agung Krakow, dalam upayanya mendukung Devosi Kerahiman Ilahi,
membuka Proses Informatif, yaitu proses di mana dilakukan penelitian
resmi atas hidup, keutamaan-keutamaan, tulisan maupun devosi yang
diajarkan Sr Faustina Kowalska. Proses Informatif berhasil dengan
gemilang hingga menghantar dibukanya Proses Beatifikasi Sr Faustina pada
tanggal 31 Januari 1968.
Berkat perjuangan gigih Kardinal Karol Wojtyla, akhirnya pada tanggal 15
April 1978, Paus Paulus VI memaklumkan diterbitkannya “Notifikasi” yang
menyatakan bahwa larangan yang dibuat pada tahun 1959 “tidak berlaku
lagi”. Terima kasih Kardinal Karol Wojtyla! Enam bulan berselang, 16
Oktober 1978, kardinal dari Polandia ini diangkat sebagai Paus yang
ke-264 dengan nama Yohanes Paulus II.
Sebagai Imam Agung di Roma, bukan saja Paus Yohanes Paulus II
menggiatkan disebarluaskannya Devosi Kerahiman Ilahi, lebih lagi,
dipengaruhi oleh Buku Catatan Harian St Faustina Kowalska, beliau
menerbitkan ensiklik yang sangat indah, Dives In Misericordia (Kaya
dalam Kerahiman), yang sepenuhnya bertutur mengenai Kerahiman Ilahi.
Dalam ensiklik tertanggal 30 November 1980 ini, Sri Paus berbicara
mengenai Kristus sebagai “inkarnasi kerahiman … sumber belas kasih yang
tak habis-habisnya.” Lebih jauh ia menekankan bahwa “Program mesianik
Kristus, program belas kasih” haruslah menjadi “program umat-Nya,
program Gereja.” Sepanjang ensiklik, Bapa Suci menegaskan bahwa Gereja -
teristimewa dalam masa modern sekarang ini - mengemban “tugas dan
kewajiban” untuk “memaklumkan dan mewartakan belas kasih Allah,” untuk
“memperkenalkan dan mewujud-nyatakannya” dalam hidup segenap umat
manusia, serta untuk “datang kepada belas kasih Allah,” memohonkannya
dengan sangat bagi seluruh dunia.
Pada tanggal 22 November 1981, setahun setelah diterbitkannya Dives in
Misericordia, Paus mengunjungi tempat ziarah Cinta yang Berbelas Kasih
di Collevalenza, Italia, dalam perjalanan ziarah pertama di luar Roma
setelah percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Di sana Sri Paus
menegaskan, “Sejak awal mula pelayanan saya di Tahta St Petrus di Roma,
saya menganggap pesan ini [Kerahiman Ilahi] sebagai tugas istimewa saya.
Penyelenggaraan ilahi telah mempercayakannya kepada saya dalam situasi
manusia, Gereja dan dunia sekarang ini.”
Dalam audiensi umum pada tanggal 10 April 1991, Bapa Suci mengatakan
“Pesan ensiklik mengenai Kerahiman Ilahi `Dives In Misericordia' secara
istimewa dekat pada kita. Mengingatkan kita akan sosok Abdi Allah, Sr
Faustina Kowalska. Biarawati yang bersahaja ini secara istimewa
mendekatkan pesan Paskah dari Kristus yang Maharahim kepada Polandia dan
kepada seluruh dunia.”
Pada tahun 1993, pada hari Minggu Kerahiman Ilahi yang jatuh pada
tanggal 18 April, Paus Yohanes Paulus II memaklumkan Sr Faustina
Kowalska, biarawati sederhana dari Kongregasi Suster-suster Santa
Perawan Maria Berbelas Kasih, sebagai beata. Tujuh tahun kemudian, juga
pada hari Minggu Kerahiman Ilahi, pada tanggal 30 April 2000, Bapa Suci
mengangkat Beata Faustina, yang disebutnya sebagai “Rasul Besar
Kerahiman Ilahi di jaman kita”, ke dalam himpunan para kudus Gereja.
Semuanya itu, baik beatifikasi maupun kanonisasi St Faustina Kowalska,
dilakukan sri paus di Roma, bukan di Polandia, guna menggarisbawahi
bahwa Kerahiman Ilahi diperuntukkan bagi seluruh dunia.
Dalam kanonisasi St Faustina, Paus secara resmi pula memaklumkan bahwa
hari Minggu pertama sesudah Paskah wajib dirayakan Gereja semesta
sebagai Minggu Kerahiman Ilahi. Pentingnya hari Minggu Kerahiman Ilahi
ini ditandai juga dengan dikeluarkannya dekrit pada tanggal 13 Juni 2002
mengenai indulgensi yang diberikan Gereja, baik indulgensi penuh maupun
sebagian, kepada mereka yang mempraktekkan Devosi Kerahiman Ilahi
dengan syarat-syarat seperti yang ditetapkan.
Lebih jauh, pada tanggal 17 August 2002, Sri Paus bahkan mempersembahkan
seluruh dunia kepada Kerahiman Ilahi saat beliau memberkati tempat
ziarah internasional Kerahiman Ilahi di Lagiewniki, Polandia:
“`Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan
Ke-Allah-an PutraMu yang terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus, sebagai
pemulihan dosa-dosa kami dan dosa seluruh dunia; demi sengsara Yesus
yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia'
(Buku Catatan Harian, 476). Kepada kami dan seluruh dunia…. Betapa dunia
sekarang ini membutuhkan Kerahiman Ilahi! Di setiap benua, dari
penderitaan manusia yang terdalam, terdengar seruan mohon belas kasih
Allah. Di mana kebencian dan hasrat dendam berkuasa, di mana perang
mengakibatkan sengsara dan kematian orang-orang tak berdosa, di sana
rahmat belas kasih dibutuhkan demi menenangkan hati dan pikiran manusia
serta mendatangkan damai. Di mana tidak ada lagi rasa hormat terhadap
harkat dan martabat manusia, di sana cinta Allah yang berbelas kasih
dibutuhkan; dalam terang-Nya kita melihat nilai tak terkatakan dari
setiap pribadi manusia. Belas kasih dibutuhkan guna menjamin bahwa
setiap ketidakadilan di dunia akan berakhir dalam terang kebenaran.
Oleh karenanya, pada hari ini, dari tempat ziarah ini, dengan khidmad
saya mempersembahkan dunia kepada Kerahiman Ilahi. Saya melakukannya
dengan keinginan yang berkobar agar pesan cinta Allah yang berbelas
kasih, yang diwartakan di sini melalui Santa Faustina, dikenal oleh
segenap umat manusia di dunia dan memenuhi hati mereka dengan
pengharapan. Kiranya pesan ini memancar dari tempat ini ke tanah air
kita yang tercinta dan ke segenap penjuru dunia. Kiranya janji Tuhan
Yesus digenapi: dari sini haruslah memancar `anak api yang akan
mempersiapkan dunia bagi kedatangan-Nya yang terakhir' (bdk Buku Catatan
Harian, 1732).
Anak api ini perlu dinyalakan oleh rahmat Tuhan. Api belas kasih ini
perlu disampaikan ke seluruh dunia. Dalam belas kasih Allah dunia akan
menemukan damai dan umat manusia akan menemukan kebahagiaan! Saya
mempercayakan tugas ini kepada kalian, Saudara dan Saudari terkasih,
kepada Gereja di Krakow dan di Polandia, dan kepada segenap pencinta
Kerahiman Ilahi yang datang ke tempat ini dari Polandia dan dari seluruh
dunia. Kiranya kalian menjadi saksi-saksi belas kasih Allah!”
Sepanjang 26 tahun masa pontifikat beliau, tak kunjung henti Bapa Suci
Yohanes Paulus II menerangkan Kerahiman Ilahi kepada umat beriman, pula
menyerukan pentingnya serta mendesaknya pesan Kerahiman Ilahi bagi
segenap umat manusia, sebab itulah ia kemudian dikenal sebagai “Paus
Kerahiman”.
“`Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian
juga sekarang Aku mengutus kamu…. Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu
mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan
dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada' (Yoh 20:21-23).
Sebelum menyampaikan kata-kata ini, Yesus memperlihatkan kedua tangan
dan lambung-Nya. Ia menunjuk pada luka-luka Sengsara, teristimewa luka
yang menembusi Hati-Nya, sumber darimana memancar aliran deras belas
kasih yang dicurahkan atas umat manusia. Dari Hati itu, Sr Faustina
Kowalska, beata yang sejak saat ini akan kita sebut sebagai santa,
melihat dua berkas sinar yang memancar dari Hati-Nya dan menyinari
dunia: `Kedua sinar itu,' jelas Yesus Sendiri kepadanya suatu hari,
`melambangkan darah dan air' (Buku Catatan Harian, Libreria Editrice
Vaticana, h. 132).
Darah dan Air! Pikiran kita segera melayang pada kesaksian yang
diberikan Yohanes Pengarang Injil, yang, ketika seorang prajurit di
Kalvari menikam lambung Kristus dengan tombak, melihat darah dan air
memancar darinya (bdk 19:34). Di samping itu, jika Darah mengingatkan
kita akan Kurban Salib dan anugerah Ekaristi, maka Air, dalam simbolisme
Yohanes, melambangkan bukan saja Pembaptisan, melainkan juga karunia
Roh Kudus (bdk Yoh 3:5; 4:14; 7:37-39).
Kerahiman Ilahi tercurah atas umat manusia melalui hati Kristus yang
tersalib: “Puteri-Ku, katakanlah bahwa Aku adalah inkarnasi cinta dan
belas kasih,” demikian pinta Yesus kepada Sr Faustina (Buku Catatan
Harian, h. 374).” ~ Paus Yohanes Paulus II, 30 April 2000
“Tak ada yang lebih dibutuhkan manusia selain daripada Kerahiman Ilahi -
cinta yang berlimpah belas kasih, yang penuh kasih sayang, yang
mengangkat manusia di atas segala kelemahannya ke ketinggian yang tak
terhingga dari kekudusan Allah.” ~ Paus Yohanes Paulus II, 7 Juni 1997
“Di mana, jika tidak dalam Kerahiman Ilahi, dunia dapat menemukan tempat
pengungsian dan terang pengharapan? Umat beriman, pahamilah kata-kata
itu dengan baik.” ~ Paus Yohanes Paulus II, 21 April 1993
“Jadilah rasul-rasul Kerahiman Ilahi di bawah bimbingan keibuan penuh
kasih sayang dari Santa Perawan Maria” ~ Paus Yohanes Paulus II, 22 Juni
1993
Melihat begitu kuat keterikatannya pada Kerahiman Ilahi, adakah kita
heran bahwa menjelang akhir hayatnya, kala tubuhnya mulai rapuh dan
gemetar dimakan usia serta didera penyakit, kala banyak pihak menuntut
pengunduran diri beliau, Paus Yohanes Paulus II menegaskan kembali
penyerahan dirinya, “Totus Tuus,” katanya, “Apakah Yesus pada saat-saat
akhir penderitaan-Nya turun dari salib?” (bdk Buku Catatan Harian,
1484). Apakah kebetulan belaka bahwa Bapa Suci wafat pada malam vigili
Minggu Kerahiman Ilahi, yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 3 April
2005? Apakah kita juga merasa aneh jika Paus Kerahiman yang Agung ini
meninggalkan bagi kita pesannya untuk Minggu Kerahiman, yang kemudian
dibacakan pada pesta hari itu oleh seorang pejabat Vatican kepada umat
beriman yang berkumpul di St Petrus sesudah Perayaan Misa Kudus yang
dipersembahkan bagi kedamaian kekal jiwanya?
“Pesan Kerahiman Ilahi senantiasa dekat dan lekat di hati saya. Seolah
sejarah telah mengukirkannya dalam pengalaman tragis Perang Dunia II.
Dalam tahun-tahun sulit itu, belas kasih Allah sungguh merupakan suatu
penopang dan sumber pengharapan yang tak habis-habisnya, bukan hanya
bagi rakyat Krakow, melainkan bagi seluruh bangsa. Itulah juga
pengalaman pribadi saya yang saya bawa ke Tahta St Petrus dan yang dalam
tingkat tertentu membentuk gambaran akan Pontifikat ini. Saya mengucap
syukur kepada Penyelenggaraan Ilahi bahwa saya dapat ikut ambil bagian
secara pribadi dalam digenapinya kehendak Kristus, melalui penetapan
Minggu Kerahiman Ilahi. Di sini, dekat jasad St Faustina Kowalska, saya
juga mengucap syukur dapat memaklumkan beatifikasinya. Tak
henti-hentinya saya berdoa kepada Tuhan: `kasihanilah kami dan seluruh
dunia'”
~ Paus Yohanes Paulus II, 7 Juni 1997,
saat berziarah ke makam St Faustina Kowalska
Sumber : ww.jalanallah.com/
Sumber : ww.jalanallah.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar