Kamera 1

Senin, 31 Desember 2012

Corona Fransiskan

Sdr. Lambert Nita,OFM
1. Pengantar
Banyak tradisi fransiskan yang diwariskan, tidak hanya kepada para fransiskan, tetapi juga bagi Gereja Kristus, a.l. Kandang Natal, Jalan Salib dan Rosario. Namun dalam perjalanan waktu, seiring dengan perkembangan jaman, teknologi dan ilmu pengetahuan, termasuk teologi, tradisi yang juga termasuk dalam kekayaan iman Gereja semakin hari semakin diabaikan dan akhirnya ditinggalkan dengan berbagai dalih atau argumentasi teologi dan dogma.
Pada kesempatan ini, sebagai fransiskan, saya ingin mengangkat salah satu dari sekian banyak tradisi fransiskan yakni Corona Fransiskan (Rosario Fransiskan), dengan harapan tradisi saleh tersebut dapatlah kiranya dihidupkan kembali bagi yang punya dasar devosi kepada Bunda Maria. Selain itu, juga sekedar meluruskan sejarah penggunaan Rosario 72 Salam Maria, yang dikenal dengan Tujuh Sukacita Maria ini, yang lama hendak ditinggalkan para fransiskan. Namun di belahan bumi lain, nampaknya sudah mulai dihidupkan dan digemari para fransiskan terpelajar. Menurut informasi yang pernah saya dengar bahwa, rosario fransiskan ini didoakan hanya oleh para pengikut fransiskus yang tak terpelajar alias buta huruf. Apa benar demikian dan dapatkah dibuktikan?
Karena itu, baiklah kita baca dan simak latar belakangnya dengan mukjizat-mukjizat pernah terjadi, selain dari Rosario Tujuh Dukacita Maria, yang sudah lazim dalam Gereja Katolik Roma. Tujuan saya mengangkat tradisi saleh ini, tidak bermaksud memaksakan apa yang telah, sedang dan akan dihidupkan oleh sebagian kecil fransiskan masa kini terungkap diatas yakni meluruskan sejarahnya juga memperkenalkannya kepada para fransiskan masa kini, agar tidak terjadi polemik yang membingungkan karena tidak tahu asal-usulnya.
2. Latar Belakang Sejarah Rosario Fransiskan
Pada abad ke-15, St. Bernardinus dan beberapa pengkhotbah fransiskan lainnya mempromosikan sebuah bentuk rosario khas fransiskan, yang disebut Corona atau Rosario Tujuh Sukacita Maria. Rosario ini, terdiri dari tujuh puluh salam Maria, masing-masing didahului oleh Bapa Kami, renungan ketujuh sukacita Maria dan kemudian salam Maria yang ditambahkan pada akhir, sehingga seluruhnya berjumlah 72 salam Maria. Menurut tradisi, angka 72 merupakan usia Bunda Maria, selama hidup di dunia.
Seorang ahli sejarah fransiskan terkenal asal Irlandia, P. Luke Wadding, OFM (1588-1657) dalam karya tulisnya yang temasyur, Annales Minorum, mencantumkan kisah asli Corona ini, bukan sebagai legenda, melainkan sebagai sebuah kenyataan. Berikut ini terjemahannya dari bahasa Latin.
Pada waktu itu (1422) seorang pemuda yang mempunyai devosi yang tinggi kepada Santa Perawan Maria, masuk dan diterima dalam Ordo Saudara-saudara Dina. Ia telah lama mempunyai kebiasaan menghiasi patung Maria dengan rangkaian bunga mawar. Ketika di Novisiat, ia tidak bisa lagi mengumpulkan bunga mawar demi melanjutkan kebiasaannya itu. Padahal, sulit untuk menghilangkan kebiasaan itu. Maka ia memilih dan memutuskan untuk kembali ke dunia, meninggalkan ordo, demi meneruskan kebiasaannya ini. Tetapi sebelum meninggalkan Novisiat, ia pergi ke altar Maria untuk memberikan salam dan memohon perlindungan Bunda Maria. Bunda Maria menampakkan diri dan berbicara kepadanya:“Jangan sedih dan putus asa, karena engkau akan segera diijinkan lagi untuk menaruh karangan mawar pada patungku. Aku akan mengajarkan kepadamu, bagaimana engkau harus mengganti kebiasaan saleh ini dengan sesuatu yang jauh lebih berkenan kepadaku dan jauh lebih berguna bagi jiwamu. Sebagai ganti mawar-mawar yang cepat layu dan tidak selalu dapat diperoleh, engkau dapat merangkai sebuah mahkota mawar bagiku berupa doa-doamu, yang akan tetap segar dan selalu dapat diperoleh”.
“Doakanlah satu Bapa Kami dan sepuluh kali Salam Maria, sementara engkau membayangkan sukacitaku, tatkala malaikat memberitakan kabar Penjelmaan Putera Allah. Ulangilah itu lagi, sementara engkau merenungkan sukacita yang kurasakan, ketika aku mengunjungi Elisabeth, sepupuku. Doakan lagi yang sama, sementara engkau memikirkan puncak kebahagiaan yang memenuhi hatiku, ketika melahirkan Kristus Sang Penyelamat, tanpa rasa sakit dan tanpa kehilangan keperawananku. Doakanlah lagi untuk keempat kalinya, sementara engkau merasakan sukacita yang kurasakan, ketika menghunjukkan Putraku Terkasih kepada para Majus untuk disembah sujud. Ulangilah lagi untuk kelima kalinya, sementara engkau membayangkan sukacita yang menggetarkan jiwaku, ketika mencari Yesus dengan kesedihan yang mendalam selama tiga hari, dan akhirnya menemukan Dia di dalam Baik Allah, di antara para alim ulama. Keenam, doakanlah satu Bapa Kami sepuluh salam Maria, sementara engkau turut merasakan sukacita yang kualami, ketika menyaksikan kebangkitan mulia Putraku Terkasih dari kubur pada hari Minggu Paskah. Akhirnya, ulangilah doa itu untuk ketujuh kalinya, sementara engkau bersukacita bersamaku atas pengangkatanku sendiri ke Surga dalam semarak dan sukacita penuh, dan dimahkotai sebagai Ratu Surga dan Dunia. Jika engkau mendoakan ini sebagaimana telah kuperintahkan kepadamu, yakinlah anakku, kujamin, engkau akan merangkai sebuah mahkota yang indah dan berkenan kepadaku, dan hal itu pun akan mendatangkan rahmat berlimpah bagimu.”
Novis itu pun langsung berdoa corona dengan segenap hati dan penuh hormat seperti yang diperintahkan Sang Perawan kepadanya. Sementara ia berdoa dengan khusuknya, masuklah sang Magister dengan diam-diam, untuk melihat apa yang sedang terjadi, dan ia melihat seorang malaikat sedang merangkai sebuah karangan mawar, dan setelah setiap sepuluh mawar diselinginya dengan sekuntum bakung emas. Setelah selesai, lalu dikenakannya di atas kepala sang Novis.
Sang Magister lalu memerintahkan supaya sang Novis itu mengatakan semuanya kepadanya, apa yang sedang dilakukannya. Sang Novis itu pun mengatakan bahwa ia sedang berdoa Rosario sebagaimana telah diperintahkan Sang Perawan kepadanya. Dengan demikian sang Magister menjadi paham akan penglihatannya itu.
Selanjutnya, kebiasaan berdoa Rosario Corona ini tersebar luas di kalangan Ordo Saudara-saudara Dina, dan dari mereka tersebar luas ke mana-mana. Itulah Corono yang terdiri: 7 Bapa kami dan 72 salam Maria, untuk menghormati 72 tahun, yang dianggap sebagai usia hidup Bunda Maria di dunia, dan untuk menghormati 7 sukacita yang dialami oleh Maria, yang disebut-sebut oleh orang saleh dahulu. Devosi ini kemudian dipropagandakan dengan disertai banyak mukjizat.
Rupanya penambahan 2 Salam Maria pada akhir, sehingga menjadi 72, baru pada abad ke-17
3. Mukjizat-mukjizat
P. Wadding selanjutnya mengutip ada 16 peristiwa ajaib yang dikaitkan dengan Rosario Tujuh Sukacita Maria itu. Berikut ini dua di antaranya. Di Provinsi St. Fransiskus di Assisi, ada seorang fransiskan yang terkenal, Jacobus dari Corona, karena ia mendorong banyak orang, di mana-mana, tua muda, kalangan atas dan bawah untuk berdoa Rosario dari Tujuh Sukacita Santa Perawan Maria. Manakalah ada suatu kebutuhan istimewa, ia selalu mengalami pertolongan Tuhan dengan perantaraan Bunda Maria karena berdoa Rosario Corona ini.
Pada suatu ketika, kota Barga dan Spoleto dikepung oleh tentara Neapolis. Warga kota mau menghancurkan biara fransiskan dan gereja yang terletak di luar kota, supaya tidak dimanfaatkan oleh musuh demi keuntungan mereka. Sdr. Jacobus minta kepada para anggota senat yang berjaga agar menunggu sampai ia selesai berdoa Rosario Corona. Hasilnya, musuh pergi dan biara pun selamat.
P. Wadding juga mengutip kesaksian Sdr. Bernardus dari Feltre (1439-1495) yang diberikannya di bawah sumpah tentang seorang saudara dari Provinsi St. Antonius, yang melihat mukjizat di Gereja di Verona. Mengetahui bahwa ada seorang temannya suka bersembunyi di salah satu sudut Gereja untuk berdoa Rosairo Corono, ia mengamati bahwa teman itu dikelilingi oleh sekelompok malaekat yang bersama-sama meletakkan karangan bunga mawar dan bakung emas atasnya.
4. Refleksi
Bagi bapak kita Fransiskus, Bunda Maria adalah pelindung utama Ordo. Karena itu, Bunda Maria mau membuktikan kepada para suadara dina sepanjang masa bahwa, ia tetap eksis sebagai pelindung persaudaraan ini, dengan memberikan cara yang unik dan amat bermanfaat bagi keselamatan jiwa para saudara khususnya dan kaum beriman umumnya. Sebagai pengikut bapak Fransiskus, yang berpola hidup Kristus secara lebih dekat, sejauh mana kita memberi tempat kepada Bunda Maria, bunda Kristus dalam hidup dan karya kita, mempertahankan dan menghidupkan kebiasaan saleh dengan berdoa Rosario Corona atau rosario biasa?
Jika dibandingkan dengan rosario modern, alias digit-digit HP, berlogo santa Nokia atau santo Blackberry yang tekun kita gunakan, sambil berjaga sepanjang malam, menantikan pesan-pesan mesra atau menegangkan, yang sesungguhnya adalah akal-akalan hasil khayalan kita yang menimbulkan dalam hati, hasrat seperti api dalam sekam, ulat dalam kayu yang terus mengerat kekayaan rohani, dan merubah kebiasaan saleh menjadi kebiasaan salah. Apalagi jari-jari menggulir di atas keyboard santo Tosiba atau yang lainnya, merubah segala nalar dan daya interior diri yang telah tertata sejak terciptanya kita menjadi mentalitas internet, yang tak kita sadari mencampakkan kita sampai pada undernet, bahkan lebih dari itu, membuat kita terlempar sampai ke eksternet, bukti penghambaan diri manusia terhadap teknologi modern. Ada juga yang gemar “beradorasi” di depan tabernakel baru, alias TV, yang membuat kita terbelalak atau tertidur di depannya, tanpa sadar. Sehingga menjadi tidak jelas, siapa ada di depan TV atau TV ada di depan siapa?
Masih adakah rosario di dalam saku baju atau celana kita para pengikut Fransiskan? Kenyataan, HP tidak hanya harus ada di saku baju atau celana, tapi juga di dalam saku jubah cokelat pun tak pernah ketinggalan, malah yang pertama diingat dan disiapkan, sebelum Kitab Suci dan perlengkapan liturgi lainnya. Rosario yang sebenarnya, yang merupakan tradisi saleh, yang bekembang berabad-abad lamanya, telah dianggap hanya membuat lelaki jadi perempuan, karena dari dulu para pengguna rosario itu mereka yang tak terpelajar dan umumnya para perempuan, kata para teolog dan ekseget masa kini, yang gemar mengadopsi semua dari luar untuk dijadikan miliknya, malah memaksakan supaya orang lain juga mengikuti gaya hidupnya. Tapi kalau ditanya dasar dan asal-usulnya, bingung sendiri dan membingungkan orang lain. Tidak heran kalau banyak teolog masa kini tidak tahu doa rosario, bahkan salam Maria pun tidak tahu. Bukankah itu membingungkan umat?
Untuk itu, atas nama dewan Penginjilan dan Misi, dengan segala keterbatasan kami, kami akan coba menggunakan jasa majalah kita, Duta Damai, untuk membuat renungan atas Tujuh Sukacita Bunda Maria, sebagai usaha pencerahan akan tradisi saleh ini guna dibagikan kepada para saudara yang berminat. Kami akan membuatnya dalam bentuk refleksi pada setiap terbitan, satu peristiwa! Kami yakin bahwa Roh Kudus yang membuat Bunda Maria menerima dengan penuh pasrah pada kehendak Allah, akan juga membuat para saudara yang berkehendak baik untuk menghidupkan dalam diri atau menyebarkannya kepada sesama devosi ini, juga berkarya sama ajaibnya, membuat refleksi kami yang minim, kerdil dan kurang bermakna, menjadi suatu keajaiban dalam diri dan hidup saudara, sehingga melimpah, subur segar dan bermakna. Bunda Maria pasti juga berkenan pada persembahan kita. Semoga bermanfaat bagi kita semua!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar