Sdr. Lambert Nita,OFM
1. Pengantar
Banyak tradisi fransiskan yang diwariskan, tidak hanya kepada para 
fransiskan, tetapi juga bagi Gereja Kristus, a.l. Kandang Natal, Jalan 
Salib dan Rosario. Namun dalam perjalanan waktu, seiring dengan 
perkembangan jaman, teknologi dan ilmu pengetahuan, termasuk teologi, 
tradisi yang juga termasuk dalam kekayaan iman Gereja semakin hari 
semakin diabaikan dan akhirnya ditinggalkan dengan berbagai dalih atau 
argumentasi teologi dan dogma.
Pada kesempatan ini, sebagai fransiskan, saya ingin mengangkat salah 
satu dari sekian banyak tradisi fransiskan yakni Corona Fransiskan 
(Rosario Fransiskan), dengan harapan tradisi saleh tersebut dapatlah 
kiranya dihidupkan kembali bagi yang punya dasar devosi kepada Bunda 
Maria. Selain itu, juga sekedar meluruskan sejarah penggunaan Rosario 72
 Salam Maria, yang dikenal dengan Tujuh Sukacita Maria ini, yang lama 
hendak ditinggalkan para fransiskan. Namun di belahan bumi lain, 
nampaknya sudah mulai dihidupkan dan digemari para fransiskan 
terpelajar. Menurut informasi yang pernah saya dengar bahwa, rosario 
fransiskan ini didoakan hanya oleh para pengikut fransiskus yang tak 
terpelajar alias buta huruf. Apa benar demikian dan dapatkah dibuktikan?
Karena itu, baiklah kita baca dan simak latar belakangnya dengan 
mukjizat-mukjizat pernah terjadi, selain dari Rosario Tujuh Dukacita 
Maria, yang sudah lazim dalam Gereja Katolik Roma. Tujuan saya 
mengangkat tradisi saleh ini, tidak bermaksud memaksakan apa yang telah,
 sedang dan akan dihidupkan oleh sebagian kecil fransiskan masa kini 
terungkap diatas yakni meluruskan sejarahnya juga memperkenalkannya 
kepada para fransiskan masa kini, agar tidak terjadi polemik yang 
membingungkan karena tidak tahu asal-usulnya.
2. Latar Belakang Sejarah Rosario Fransiskan
Pada abad ke-15, St. Bernardinus dan beberapa pengkhotbah fransiskan 
lainnya mempromosikan sebuah bentuk rosario khas fransiskan, yang 
disebut Corona atau Rosario Tujuh Sukacita Maria. Rosario ini, terdiri 
dari tujuh puluh salam Maria, masing-masing didahului oleh Bapa Kami, 
renungan ketujuh sukacita Maria dan kemudian salam Maria yang 
ditambahkan pada akhir, sehingga seluruhnya berjumlah 72 salam Maria. 
Menurut tradisi, angka 72 merupakan usia Bunda Maria, selama hidup di 
dunia.
Seorang ahli sejarah fransiskan terkenal asal Irlandia, P. Luke Wadding,
 OFM (1588-1657) dalam karya tulisnya yang temasyur, Annales Minorum, 
mencantumkan kisah asli Corona ini, bukan sebagai legenda, melainkan 
sebagai sebuah kenyataan. Berikut ini terjemahannya dari bahasa Latin.
Pada waktu itu (1422) seorang pemuda yang mempunyai devosi yang tinggi 
kepada Santa Perawan Maria, masuk dan diterima dalam Ordo 
Saudara-saudara Dina. Ia telah lama mempunyai kebiasaan menghiasi patung
 Maria dengan rangkaian bunga mawar. Ketika di Novisiat, ia tidak  bisa 
lagi mengumpulkan bunga mawar demi melanjutkan kebiasaannya itu. 
Padahal, sulit untuk menghilangkan kebiasaan itu. Maka ia memilih dan 
memutuskan untuk kembali ke dunia, meninggalkan ordo, demi meneruskan 
kebiasaannya ini. Tetapi sebelum meninggalkan Novisiat, ia pergi ke 
altar Maria untuk memberikan salam dan memohon perlindungan Bunda Maria.
 Bunda Maria menampakkan diri dan berbicara kepadanya:“Jangan sedih dan 
putus asa, karena engkau akan segera diijinkan lagi untuk menaruh 
karangan mawar pada patungku. Aku akan mengajarkan kepadamu, bagaimana 
engkau harus mengganti kebiasaan saleh ini dengan sesuatu yang jauh 
lebih berkenan kepadaku dan jauh lebih berguna bagi jiwamu. Sebagai 
ganti mawar-mawar yang cepat layu dan tidak selalu dapat diperoleh, 
engkau dapat merangkai sebuah mahkota mawar bagiku berupa doa-doamu, 
yang akan tetap segar dan selalu dapat diperoleh”.
“Doakanlah satu Bapa Kami dan sepuluh kali Salam Maria, sementara engkau
 membayangkan sukacitaku, tatkala malaikat memberitakan kabar Penjelmaan
 Putera Allah. Ulangilah itu lagi, sementara engkau merenungkan sukacita
 yang kurasakan, ketika aku mengunjungi Elisabeth, sepupuku. Doakan lagi
 yang sama, sementara engkau memikirkan puncak kebahagiaan yang memenuhi
 hatiku, ketika melahirkan Kristus Sang Penyelamat, tanpa rasa sakit dan
 tanpa kehilangan keperawananku. Doakanlah lagi untuk keempat kalinya, 
sementara engkau merasakan sukacita yang kurasakan, ketika menghunjukkan
 Putraku Terkasih kepada para Majus untuk disembah sujud. Ulangilah lagi
 untuk kelima kalinya, sementara engkau membayangkan sukacita yang 
menggetarkan jiwaku, ketika mencari Yesus dengan kesedihan yang mendalam
 selama tiga hari, dan akhirnya menemukan Dia di dalam Baik Allah, di 
antara para alim ulama. Keenam, doakanlah satu Bapa Kami sepuluh salam 
Maria, sementara engkau turut merasakan sukacita yang kualami, ketika 
menyaksikan kebangkitan mulia Putraku Terkasih dari kubur pada hari 
Minggu Paskah. Akhirnya, ulangilah doa itu untuk ketujuh kalinya, 
sementara engkau bersukacita bersamaku atas pengangkatanku sendiri ke 
Surga dalam semarak dan sukacita penuh, dan dimahkotai sebagai Ratu 
Surga dan Dunia. Jika engkau mendoakan ini sebagaimana telah 
kuperintahkan kepadamu, yakinlah anakku, kujamin, engkau akan merangkai 
sebuah mahkota yang indah dan berkenan kepadaku, dan hal itu pun akan 
mendatangkan rahmat berlimpah bagimu.”
Novis itu pun langsung berdoa corona dengan segenap hati dan penuh 
hormat seperti yang diperintahkan Sang Perawan kepadanya. Sementara ia 
berdoa dengan khusuknya, masuklah sang Magister dengan diam-diam, untuk 
melihat apa yang sedang terjadi, dan ia melihat seorang malaikat sedang 
merangkai sebuah karangan mawar, dan setelah setiap sepuluh mawar 
diselinginya dengan sekuntum bakung emas. Setelah selesai, lalu 
dikenakannya di atas kepala sang Novis.
Sang Magister lalu memerintahkan supaya sang Novis itu mengatakan 
semuanya kepadanya, apa yang sedang dilakukannya. Sang Novis itu pun 
mengatakan bahwa ia sedang berdoa Rosario sebagaimana telah 
diperintahkan Sang Perawan kepadanya. Dengan demikian sang Magister 
menjadi paham akan penglihatannya itu.
Selanjutnya, kebiasaan berdoa Rosario Corona ini tersebar luas di 
kalangan Ordo Saudara-saudara Dina, dan dari mereka tersebar luas ke 
mana-mana. Itulah Corono yang terdiri: 7 Bapa kami dan 72  salam Maria, 
untuk menghormati 72 tahun, yang dianggap sebagai usia hidup Bunda Maria
 di dunia, dan untuk menghormati 7 sukacita yang dialami oleh Maria, 
yang disebut-sebut oleh orang saleh dahulu. Devosi ini kemudian 
dipropagandakan dengan disertai banyak mukjizat.
Rupanya penambahan 2 Salam Maria pada akhir, sehingga menjadi 72, baru pada abad ke-17
3. Mukjizat-mukjizat
P. Wadding selanjutnya mengutip ada 16 peristiwa ajaib yang dikaitkan 
dengan Rosario Tujuh Sukacita Maria itu. Berikut ini dua di antaranya. 
Di Provinsi St. Fransiskus di Assisi, ada seorang fransiskan yang 
terkenal, Jacobus dari Corona, karena ia mendorong banyak orang, di 
mana-mana, tua muda, kalangan atas dan bawah untuk berdoa Rosario dari 
Tujuh Sukacita Santa Perawan Maria. Manakalah ada suatu kebutuhan 
istimewa, ia selalu mengalami pertolongan Tuhan dengan perantaraan Bunda
 Maria karena berdoa Rosario Corona ini.
Pada suatu ketika, kota Barga dan Spoleto dikepung oleh tentara 
Neapolis. Warga kota mau menghancurkan biara fransiskan dan gereja yang 
terletak di luar kota, supaya tidak dimanfaatkan oleh musuh demi 
keuntungan mereka. Sdr. Jacobus minta kepada para anggota senat yang 
berjaga agar menunggu sampai ia selesai berdoa Rosario Corona. Hasilnya,
 musuh pergi dan biara pun selamat.
P. Wadding juga mengutip kesaksian Sdr. Bernardus dari Feltre 
(1439-1495) yang diberikannya di bawah sumpah tentang seorang saudara 
dari Provinsi St. Antonius, yang melihat mukjizat di Gereja di Verona. 
Mengetahui  bahwa ada seorang temannya suka bersembunyi di salah satu 
sudut Gereja untuk berdoa Rosairo Corono, ia mengamati bahwa teman itu 
dikelilingi oleh sekelompok malaekat yang bersama-sama meletakkan 
karangan bunga mawar dan bakung emas atasnya.
4. Refleksi
Bagi bapak kita Fransiskus, Bunda Maria adalah pelindung utama Ordo. 
Karena itu, Bunda Maria mau membuktikan kepada para suadara dina 
sepanjang masa bahwa, ia tetap eksis sebagai pelindung persaudaraan ini,
 dengan memberikan cara yang unik dan amat bermanfaat bagi keselamatan 
jiwa para saudara khususnya dan kaum beriman umumnya. Sebagai pengikut 
bapak Fransiskus, yang berpola hidup Kristus secara lebih dekat, sejauh 
mana kita memberi tempat kepada Bunda Maria, bunda Kristus dalam hidup 
dan karya kita, mempertahankan dan menghidupkan kebiasaan saleh dengan 
berdoa Rosario Corona atau rosario biasa?
Jika dibandingkan dengan rosario modern, alias digit-digit HP, berlogo 
santa Nokia atau santo Blackberry yang tekun kita gunakan, sambil 
berjaga sepanjang malam, menantikan pesan-pesan mesra atau menegangkan, 
yang sesungguhnya adalah akal-akalan hasil khayalan kita yang 
menimbulkan dalam hati, hasrat seperti api dalam sekam, ulat dalam kayu 
yang terus mengerat kekayaan rohani, dan merubah kebiasaan saleh menjadi
 kebiasaan salah. Apalagi jari-jari menggulir di atas keyboard santo 
Tosiba atau yang lainnya, merubah segala nalar dan daya interior diri 
yang telah tertata sejak terciptanya kita menjadi mentalitas internet, 
yang tak kita sadari mencampakkan kita sampai pada undernet, bahkan 
lebih dari itu, membuat kita terlempar sampai ke eksternet, bukti 
penghambaan diri manusia terhadap teknologi modern. Ada juga yang gemar 
“beradorasi” di depan tabernakel baru, alias TV, yang membuat kita 
terbelalak atau tertidur di depannya, tanpa sadar. Sehingga menjadi 
tidak jelas, siapa ada di depan TV atau TV ada di depan siapa?
Masih adakah rosario di dalam saku baju atau celana kita para pengikut 
Fransiskan? Kenyataan, HP tidak hanya harus ada di saku baju atau 
celana, tapi juga di dalam saku jubah cokelat pun tak pernah 
ketinggalan, malah yang pertama diingat dan disiapkan, sebelum Kitab 
Suci dan perlengkapan liturgi lainnya. Rosario yang sebenarnya, yang 
merupakan tradisi saleh, yang bekembang berabad-abad lamanya, telah 
dianggap hanya membuat lelaki jadi perempuan, karena dari dulu para 
pengguna rosario itu mereka yang tak terpelajar dan umumnya para 
perempuan, kata para teolog dan ekseget masa kini, yang gemar mengadopsi
 semua dari luar untuk dijadikan miliknya, malah memaksakan supaya orang
 lain juga mengikuti gaya hidupnya. Tapi kalau ditanya dasar dan 
asal-usulnya, bingung sendiri dan membingungkan orang lain. Tidak heran 
kalau banyak teolog masa kini tidak tahu doa rosario, bahkan salam Maria
 pun tidak tahu. Bukankah itu membingungkan umat?
Untuk itu, atas nama dewan Penginjilan dan Misi, dengan segala 
keterbatasan kami, kami akan coba menggunakan jasa majalah kita, Duta 
Damai, untuk membuat renungan atas Tujuh Sukacita Bunda Maria, sebagai 
usaha pencerahan akan tradisi saleh ini guna dibagikan kepada para 
saudara yang berminat. Kami akan membuatnya dalam bentuk refleksi pada 
setiap terbitan, satu peristiwa! Kami yakin bahwa Roh Kudus yang membuat
 Bunda Maria menerima dengan penuh pasrah pada kehendak Allah, akan juga
 membuat para saudara yang berkehendak baik untuk menghidupkan dalam 
diri atau menyebarkannya kepada sesama devosi ini, juga berkarya sama 
ajaibnya, membuat refleksi kami yang minim, kerdil dan kurang bermakna, 
menjadi suatu keajaiban dalam diri dan hidup saudara, sehingga melimpah,
 subur segar dan bermakna. Bunda Maria pasti juga berkenan pada 
persembahan kita. Semoga bermanfaat bagi kita semua!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar