Kamera 1

Senin, 31 Desember 2012

Posts from the ‘BAHAN-BAHAN UNTUK PARA ASPIRAN’ Category SALIB TAU


SALIB TAU

SALIB TAUSALIB TAU  *) 
Pada pertemuan persaudaraan tanggal 2 Mei (1999) yang lalu, seorang novis bertanya kepada Pater Petrus Aman OFM (pembicara pada pertemuan itu) mengenai arti dari SALIB TAU. Pada pertemuan khusus dengan para aspiran, postulan dan novis tanggal 16 Mei, secara singkat saya telah mencoba menjelaskan apa arti dari SALIB TAU itu. Dalam tulisan ini saya mencoba membuat agar pokok-pokok yang dibahas dalam pertemuan tanggal 16 Mei itu diperkaya lagi dan dibuat menjadi sebuah tulisan yang kiranya baik juga untuk dijadikan sebagai bahan pegangan bagi para anggota OFS yang lain.
Saya menggunakan beberapa sumber untuk tulisan ini:
  1. The Tau Cross – An Explanation of the Tau Symbol (Capuchin Franciscan friars of Australia Home Page, 1999).
  2. Ken E. Norian, TSSF, The Tau – A Franciscan Cross (Franciscaines, 1977, TSSF Home Page).
  3. Inna Jane Ray, The Tau of St. Francis: Signature of Sainthood (The Way of St. Francis, Volume II. Number 5, September-October 1996, halaman 11-13).
  4. Omer Englebert OFM, St. Francis of Assisi – A Biography (Servant Books, 1965/1979).
  5. 2Celano (versi dalam bahasa Inggris terjemahan Placid Hermann OFM, ada dalam Omnibus).
  6. LegMaj (versi Indonesia dan Inggris). LegMin (versi Inggris, ada dalam Omnibus).
  7. Keterangan/uraian mengenai ‘PujAllah’ dan ‘BrkLeo’, baik dalam FAK maupun Omnibus.
  8. Fioretti
  9. Pater Paul James OFM, Further Reflections on the Tau Cross I, II, III (FIA Contacts, February, May/August, November 1985).
  10. Leo Laba Ladjar OFM (penerjemah dan penyusun Pengantar dan Catatan), KARYA-KARYA FRANSISKUS DARI ASISI, Jakarta: Sekafi, setelah pembaharuan [dari FAK], tahun 2001 (cetakan pertama: 2001). 
PENGANTAR 
Memang tak dapat dipungkiri bahwa TAU adalah lambang yang sering terlihat dalam dunia Fransiskan dan rasanya tidak dapat dipisahkan dari para anggota keluarga Fransiskan, karena Fransiskus memang mempunyai preferensi lebih kuat atas tanda salib TAU ketimbang lambang-lambang lainnya. Sekarang, apa yang dapat kita ketahui tentang asal-usul salib TAU ini? Apa arti salib TAU ini bagi Fransiskus? Di mana tempat salib Tau ini dalam pengalaman hidup Fransiskan kita dewasa ini? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang perlu kita jawab. Semoga tulisan singkat ini dapat sedikit menjelaskan duduk masalahnya, sehingga ada pegangan bagi kita semua.
SANTO FRANSISKUS DAN SALIB TAU 
Berakar pada sabda Allah. TAU adalah huruf ke-19 dalam bahasa Yunani, huruf terakhir bahasa Ibrani dan sangat mirip dengan huruf T yang kita kenal. Dikisahkanlah bahwa Santo Fransiskus bukanlah seorang yang mahir perihal tulis-menulis. Biasanya dia mendiktekan kepada saudara Leo, lalu sebagai tanda tangan dia menggambarkan salib dalam bentuk T (Englebert, hal. 12).
Kita dapat membaca Kitab Suci Perjanjian Lama ayat-ayat berikut ini: “Firman TUHAN [YHWH] kepadanya: ‘Berjalanlah dari tengah-tengah kota, yaitu Yerusalem dan tulislah huruf T pada dahi orang-orang yang berkeluh kesah karena segala perbuatan-perbuatan keji yang dilakukan di sana.’ Dan kepada yang lain-lain aku mendengar Dia berfirman: ‘Ikutilah dia dari belakang melalui kota itu dan pukullah sampai mati! Janganlah merasa sayang dan jangan kenal belas kasihan. Orang-orang tua, teruna-teruna dan dara-dara, anak-anak kecil dan perempuan-perempuan, bunuh dan musnahkan! Tetapi semua orang yang ditandai dengan huruf T itu, jangan singgung! Dan mulailah dari tempat kudus-Ku!’” (Yeh 9:4-6).
Sebuah legenda. Menurut Inna Jane Ray, pada salah satu perjalanannya ke Roma untuk berbicara dengan Paus Innocentius III perihal Ordo-nya yang baru, Fransiskus masuk ke dalam gereja Yohanes Lateran untuk menghadiri Misa Kudus. Menurut legenda, Fransiskus mendengar pembacaan ayat-ayat di atas. Tergerak oleh visi sang nabi (Yehezkiel) mengenai tanda huruf T pada dahi orang-orang, Fransiskus lalu mempermaklumkan bahwa huruf T ini akan menjadi tanda para Saudara Dina, orang-orang yang setia kepada Tuhan. Apakah memang itu yang sesungguhnya terjadi, tidak ada yang tahu.
Konsili Lateran IV dan dampaknya. Namun yang jelas, Paus Innocentius III menggunakan ayat-ayat Kitab Suci di atas sebagai tema homili pembukaan Konsili Lateran IV, pada tanggal 11 November 1215. Dalam kesempatan itu Sri Paus mengkaitkan ayat di atas dengan profanisasi. Tempat-tempat Kudus di Tanah Suci oleh orang-orang Sarasin (Muslim). Sambil mengacu kepada enam orang seperti tertulis dalam Yeh 9:2, Sri Paus berkata: “Siapakah keenam orang yang diberi kuasa untuk menjalankan hukuman itu? Andalah, para Bapa Konsili. Dengan segala senjata di tangan berupa ekskomunikasi, deposisi, suspensi dan larangan, anda akan menghantam tanpa rasa kasihan, mereka yang tidak ditandai dengan tanda salib pertobatan, yang masih berkeras hati membuat malu kota Kekristenan” (Englebert, hal. 140). Dengan demikian TAU menjadi sebuah lambang dari Konsili untuk pembaharuan spiritual di dalam Gereja. Pandangan umum adalah, bahwa Fransiskus hadir dalam Konsili Lateran IV itu. Ada penulis-penulis yang berpendapat bahwa Konsili inilah yang membuat Fransiskus menjadi sadar bahwa dia mempunyai sebuah peran yang harus dimainkan dalam pembaharuan Gereja, karena sejak saat itu dia pun mulai dan untuk seterusnya menggunakan TAU. Sri Paus berkata: “TAU mempunyai bentuk yang tepat sama dengan Salib Tuhan di Kalvari. Hanya mereka yang ditandai dengan tanda ini yang akan memperoleh belas kasihan, mereka yang telah membuat malu kedagingan mereka dan menyerupakan hidup mereka dengan hidup Juruselamat yang tersalib” (Englebert, hal. 141).
Memang sejak saat itu salib TAU, dengan cara bagaimana pun tidak dapat lagi dipisahkan dari Bapak Serafik kita. Fransiskus menggunakan TAU ini sebagai tanda-tangannya, menggambarkannya di pintunya dan menggambarkannya pada tulisannya (Englebert, hal. 142); juga di tembok (Celano, Tractatus de Miraculis atau Treatise on the Miracles of the Blessed Francis, 3).
Santo Bonaventura menulis: “Bahwasanya utusan Allah yang patut dicintai Kristus, patut kita ikuti jejaknya dan patut dikagumi dunia itu adalah hamba Allah Fransiskus, boleh kita simpulkan dengan iman yang pasti, jika kita memandang dalam dia puncak kesucian ulung, yang oleh karenanya dia selagi hidup di tengah-tengah manusia telah menjadi pengikut kemurnian kemalaikatan dan dikemukakan sebagai teladan untuk mereka yang hendak mengikuti Kristus dengan sempurna. Ada pun perasaan suci dan beriman ini sudah meresap pula dalam hati kita, jika kita melihat tugas yang dimilikinya, yaitu untuk berseru, menangis dan meratap, untuk menggunduli kepada dan mengenakan pakaian pertobatan dan untuk menandai dahi orang-orang, yang mengeluh dan berduka cita atas dosa-dosa itu, dengan TAU. Dengan tanda pertobatan salib dan dengan jubah berbentuk salib itu dia pun menjadi serupa dengan salib (bdk. Yeh 9:4) (LegMaj, Kata Pengantar, 2).
Fransiskus selalu memiliki rasa hormat yang tinggi dan afeksi atas tanda khusus ini (TAU) dan dia seringkali memujinya; dia membuat tanda salib TAU ini sebelum dia memulai sesatu dan dia pun menanda-tangani surat-surat dengan tanda salib TAU ini. Hasrat satu-satunya kelihatannya adalah untuk membuat tanda salib TAU ini pada kening dari mereka yang berkeluh kesah serta menangis dan sungguh bertobat kepada Kristus, seperti tertulis dalam Kitab Nabi Yehezkiel (Yeh 9:4; lihat juta LegMin II:9).
Sebuah kisah yang patut kita ingat selalu. Berikut ini adalah kisah menarik yang berkaitan dengan salib TAU, yang saya ambil dari LegMaj. Konon ada seorang pencipta lagu tersohor sehingga dia dijuluki ‘raja lagu’. Orang ini melihat Fransiskus yang sedang berkhotbah di biara dekat San Severino ditandai oleh dua pedang amat berkilau-kilauan, yang lintang-melintang dalam bentuk salib, pedang yang satu tegak dari kepala sampai ke kaki dan yang lain memalang di atas dada dari tangan sampai ke tangan. Ia belum mengenal wajah Fransiskus, namun ia segera mengenalinya. Karena kekuatan kata-kata Fransiskus, orang ini kemudian bertobat, seakan-akan tertembus pedang rohani yang keluar dari mulut Fransiskus. Kemudian ia bergabung dengan Fransiskus dan menjadi seorang Saudara Dina dan memakai nama Pacificus. Ia menjadi semakin kudus dan kemudian menjadi minister provinsial pertama untuk negeri Perancis. Sebelum ia menjadi minister provinsial di Perancis, ia boleh melihat berulang-ulang TAU besar pada dahi Fransiskus, aneka macam warna TAU itu memperelok wajah Fransiskus dengan keindahan yang ajaib (lihat LegMaj IV:9; cerita Saudara Pacificus ini dapat juga dibaca di 2Cel 106). Bonaventura melanjutkan: “Dalam pengajarannya hamba Suci (Fransiskus) sering menganjurkan tanda itu dan surat-surat kecil yang kadang-kadang dikirimkannya ditandatanganinya sendiri dengan tanda itu, seakan-akan ia hanya berusaha, seuturt perkataan nabi (Yeh 9:4), untuk menandai semua yang mengeluh dan berdukacita, yaitu semua yang sungguh-sungguh bertobat kepada Kristus, dengan tanda TAU pada dahi mereka (LegMaj IV:9; bdk. LegMin II:9 yang sudah dikutip di atas).
BERKAT FRANSISKUS BAGI SAUDARA LEO 
CERITA DARI FIORETTI. Dalam permenungan kedua tentang Stigmata Suci yang terdapat dalam Fioretti, dikisahkanlah bahwa timbul pada Saudara Leo keinginan besar untuk memiliki beberapa perkataan suci yang ditulis dengan tangan Fransiskus sendiri. Ia berpikir jika dia dapat memperolehnya, godaan itu (dari roh jahat) akan lenyap darinya, entah seluruhnya atau sebagian. Akan tetapi, walaupun ada keinginan ini, namun karena malu dan hormat ia tidak berani menyatakannya kepada Fransiskus. Ternyata keinginan tersembunyi dari Saudara Leo ini dinyatakan kepada Fransiskus oleh Roh Kudus. Karena itu Fransiskus memanggil Saudara Leo, menyuruhnya mengambil tinta, pena dan perkamen (dari kulit); lalu dia menuliskan suatu pujian bagi Kristus, tepat seperti yang diinginkan Saudara Leo. Sekaligus dia membuat tanda TAU, lalu menyerahkannya kepada Saudara Leo katanya, “Ambillah lembaran ini, Saudara terkasih, dan simpanlah dengan cermat sampai ajalmu. Semoga Allah memberkati dan melindungi engkau dalam setiap godaan. Janganlah cemas karena engkau mendapat godaan-godaan, karena dalam hal ini saya memandangmu bahkan lebih sebagai hamba Allah. Semakin hebat engkau diganggu oleh godaan, semakin besarlah kasih sayangku kepadamu. Saya mengatakan kepadamu sebenar-benarnya, bahwa tak seorang pun boleh memandang dirinya sebagai seorang sahabat Allah yang sempurna, sampai dia telah mengalami banyak godaan dan kesusahan” (Fioretti dalam bahasa Indonesia, hal. 209-210).
CERITA DARI 2CELANO. Thomas dari Celano menceritakan bagaimana Fransiskus sampai menulis ‘Pujian bagi Allah yang Mahaluhur (PujAllah)’ untuk Saudara Leo. Cerita ini kiranya mengenai peristiwa yang sama dengan yang diceritakan di atas. Pada suatu waktu, ketika Fransiskus dan Saudara Leo sedang bersama-sama di bukit La Verna, timbul dalam diri Saudara Leo suatu kerinduan yang mendalam akan sabda Tuhan yang secara singkat ditulis oleh tangan Santo Fransiskus. Karena Saudara Leo percaya dia akan lepas dari suatu godaan serius yang mengganggu dirinya, gangguan yang bersifat rohaniah, atau paling sedikit dia akan mampu melawannya dengan lebih mudah. Meskipun Saudara Leo sangat dipenuhi oleh hasrat ini, dia takut hal ini diketahui oleh Fransiskus memanggil Saudara Leo dan berkata kepadanya: “Ambilah kertas ini (lembaran perkamen kecil), jagalah dengan hati-hati sampai hari kematianmu.”  Segera setelah itu semua godaan pergi dari Saudara Leo. Tulisan itu pun disimpan olehnya dan terjadi keajaiban-keajaiban karena benda itu (2Cel 49; lihat Omnibus, hal. 123).
DISIMPAN SEBAGAI RELIKUI. Lembar kecil untuk Saudara Leo ini sekarang dipelihara sebagai relikui di Basilika Santo Fransiskus (Sacro Convento) di Assisi. Pada sisi lembaran yang satu terdapat teks ‘PujAllah’ yang ditulis sendiri oleh Fransiskus dan pada sisi lain tertulislah ‘BrkLeo’ yang mengikuti formula berkat imam-agung Harun bagi umat Israel (Bil 6:24-26). Menurut catatan dalam Omnibus, Fransiskus mendiktekan berkat ini kepada Saudara Leo, namun di bagian bawah terdapat berkat pribadi Fransiskus bagi Saudara Leo yang ditulisnya sendiri dan ditandatangani dengan huruf TAU atau T dengan kepala.
Englebert menulis betapa berbahagianya Saudara Leo mendapat lembar kecil itu, melihat dirinya ditandai pada dahi dengan ‘tanda orang pilihan’. Saudara Leo sendiri membuat tulisan dengan maksud membuat lembar kecil itu menjadi otentik. Dia menulis sebanyak 15 baris (kisah ini juga dapat dibaca dalam KARYA-KARYA, HAL. 93-95), antara lain, di bawah ‘berkat’ kata-kata berikut ini: “Beatus Franciscus scriptsit  manu sua istam benediction mihi frati Leoni” (Santo Fransiskus menulis dengan tangannya berkat ini untuk saya, Saudara Leo), juga di bawah ‘TAU dengan kepala’ ditulisnya kata-kata ini: “sintili modo fecit istud signum tau cum capite manu sua” (secara demikian juga dia membuat tanda ‘TAU dengan kepala’). Sebuah catatan saksi mata yang luarbiasa nilainya.
MUKJIZAT-MUKJIZAT SESUDAH SANTO FRANSISKUS WAFAT 
Sebagai lampiran pada LegMaj diceritakanlah berbagai mukjizat yang terjadi setelah Santo Fransiskus wafat. Dalam pasal X:6 lampiran tersebut (Omnibus, hal. 786) terdapatlah cerita tentang sebuah mukjizat yang terjadi di Cori, yang terletak di keuskupan Ostia. Seorang laki-laki sudah tidak mampu berjalan dan sudah kehilangan harapan untuk sembuh. Namun pada suatu malam dia mulai mengeluh kepada Santo Fransiskus, seakan-akan orang kudus ini hadir di hadapannya. Dia berkata: “Santo Fransiskus, tolonglah aku. Ingatlah bagaimana caranya aku melayanimu dan kesetiaan yang telah kutunjukkan kepadamu. Aku menyediakan seekor keledai bagimu dan aku mencium tangan dan kakimu. Aku selalu mempunyai devosi yang besar kepadamu dan aku pun seorang dermawan bagimu. Sekarang lihatlah aku ini, sedang mau mati dalam kesakitan yang amat sangat.” Santo Fransiskus  tergerak oleh keluhan-keluhan orang ini dan dia pun teringat akan pelayanan-pelayanan yang telah diberikan orang itu kepadanya. Sebagai tanda terima kasih atas devosi orang itu, Fransiskus bersama saudara dina muncul dalam sebuah penglihatan. Fransiskus mengatakan kepada orang itu bahwa dia datang untuk menjawab permohonan orang itu dan dia membawa kesembuhan bagi orang itu. Fransiskus menjamah bagian tubuh yang sakit dengan kayu kecil yang berbentuk seperti salib. Lalu pada tempat yang berbisul itu keluarlah nanah dan orang itu pun sembuh total. Yang lebih indah lagi adalah bahwa tanda salib tadi masih berbekas, untuk mengingatkan orang itu akan mukjizat yang terjadi atas dirinya. Bonaventura selanjutnya menulis: “Ini adalah tanda yang dipakai oleh Fransiskus untuk menutup suratnya, apabila cintakasih menuntutnya untuk menulis surat kepada seseorang.” Jadi, ada mukjizat yang dikerjakan oleh Fransiskus dengan memberikan tanda salib TAU.
BAGI FRANSISKUS SALIB TAU BERARTI MENJADI MILIK KRISTUS 
Inna Jane Ray mencatat berbagai arti ‘tau’. Misalnya dalam sebuah teks Kristiani kuno ‘Didache’ (Didakhe). ‘tau’ berarti sabda Allah. Santo Antonius (251-356), seorang pertapa di padang gurun Mesir dikisahkan mengusir segerombolan roh jahat dengan sebuah salib jenis ini. Kadangkala salib seperti ini juga disebut ‘salib perampok’ karena menurut kisahnya kedua perampok yang disalib bersama  Yesus itu digantung pada salib yang tidak palang vertikal bagian atasnya. Pada abad ke-14 SALIB TAU juga digunakan pada pataka Ordo Ksatria Teutonik (zaman Perang Salib). Namun bagi Fransiskus salib TAU berarti menjadi milik Kristus.
Di luar dunia Kekristenan, sejak dahulu kala ‘tau’ juga sudah mempunyai arti yang berbeda-beda, dari budaya yang satu ke budaya yang lain (dapat dibaca rangkaian tulisan Peter Paul James OFM).
Akan tetapi untuk kita para Fransiskan, TAU merupakan sebuah lambang hidup pertobatan (jadi lambang pengudusan juga) bagi para pengikut jejak Kristus, seturut teladan (atau katakanlah ‘seturut kharisma’) Santo Fransiskus dari Assisi. Dengan demikian hormat Santo Fransiskus kepada tanda salib TAU ini harus juga menjadi hormat kita; cinta Santo Fransiskus kepada tanda salib TAU ini harus pula menjadi cinta kita. 
CATATAN PENUTUP 
Terima kasih kepada Sdri. Corry yang telah mengajukan pertanyaan tentang hal-ikhwal SALIB TAU ini, sehingga mendorong saya untuk membuat PR seperlunya. Semoga tujuan penyusunan tulisan ini tercapai dan semoga pula tulisan ini bermanfaat dalam rangka pendalaman ‘cara hidup’ Fransiskan kita semua.
Cilandak, 19 April 2010  
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS




*) Disalin (tidak sepenuhnya) dengan beberapa perbaikan dari memorandum Minister Persaudaraan OFS Santo Ludovikus IX Jakarta (Sdr. Frans X. Indrapradja OFS) tanggal 6 Juni 1999 dengan judul yang sama. Bacaan ini dapat digunakan oleh para aspiran, postulan maupun para anggota OFS yang sudah berprofesi kekal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar