SEJARAH ORDO FRANSISKAN SEKULAR (1)
PENGANTARApabila kita sungguh ingin mempelajari sejarah Ordo Fransiskan Sekular (OFS), maka kita – tidak dapat tidak – haruslah paling sedikit menyinggung sejarah gerakan Fransiskan [1], karena OFS adalah anggota keluarga besar Fransiskan, artinya bagian dari gerakan ini. Sekarang, kalau kita mau menyinggung sejarah gerakan Fransiskan, maka mau tidak mau kita pun harus menyoroti – meskipun sejenak – si pembuat ‘gara-gara’ ini semua, yaitu Santo Fransiskus dari Assisi sendiri. Dalam kesempatan ini kita akan membahas/menyinggung semua, meskipun secara singkat sekali, supaya kelihatan benang-merahnya.[2]
Keluarga besar Fransiskan adalah keluarga rohani terbesar dalam Gereja, dengan demikian setiap upaya untuk mempelajarinya haruslah dilakukan secara serius. Dalam uraian di bawah kita akan melihat, bahwa OFS adalah masterpiece dari Santo Fransiskus. Lebih dari 700 tahun sebelum Konsili Vatikan II yang mulai memberi apresiasi kepada kaum awam di Gereja, Fransiskus sudah datang dengan ide cemerlang berkaitan dengan kaum awam, yaitu bahwa hidup suci atau kekudusan bukanlah monopoli atau privilese bagi kaum berjubah, apakah para rohaniwan ataupun biarawan-biarawati. Allah memanggil setiap umat-Nya untuk menjadi kudus (Lumen Gentium, Bab Lima).[3] Pokok-pokok ‘panggilan kepada kekudusan’ yang digariskan dalam Konsili Vatikan II ini diperjelas lagi dalam “Imbauan Apostolik CHRISTI FIDELES LAICI tentang Panggilan dan Tugas Kaum Awam Beriman di dalam Gereja dan di dalam Dunia”, tanggal 12 Maret 1989.[4] Pada abad ke-13 Fransiskus sudah memberi jalan bagi spiritualitas awam dan kerasulan awam untuk bertumbuh-kembang.
PERANAN HAKIKI DARI SEJARAH DALAM PEMBINAAN PARA ANGGOTA OFS
Mengapa pemahaman kita tentang perkembangan historis dari OFS begitu penting dalam pembinaan para anggota OFS pada umumnya, dan pembinaan awal khususnya?
(1) Pengetahuan tentang sejarah OFS membawa kita kembali kepada akar-akar kita, kepada sumber rahmat berlimpah dalam diri Santo Fransiskus dari Assisi, yang memampukan dia memenuhi rencana Allah, yang melalui dirinya kemudian diperluas kepada mereka yang dipanggil oleh Allah untuk mengikuti jejak-jejak langkah orang kudus ini. Jadi sebenarnya ada garis kesinambungan (Inggris: line of continuity) yang menghubungkan kita dengan para anggota keluarga Fransiskan yang telah mendahului kita, dalam caranya keluarga besar ini telah bertumbuh-kembang dan menghayati panggilannya dari abad ke abad.
(2) Pengetahuan tentang sejarah OFS membuat kita tetap berkontak dengan sumber-sumber rahmat kita yang sejati dan memampukan kita untuk mengenali dan mengakui jalan benar panggilan, kharisma dan misi kita dari tahun ke tahun, apakah selama ini sudah dimodifikasikan atau diperlemah, atau sudah ‘lari jauh’ dari yang dimaksudkan Allah pada awalnya.
(3) Pengetahuan tentang sejarah OFS memampukan kita untuk melanjutkan penghayatan hidup Kristiani yang telah ditentukan Allah bagi kita dan tidak mengkhianatinya karena berbagai godaan, misalnya untuk menjalani kehidupan yang berpusat diri pada diri sendiri (misalnya self-sufficiency dan self-referentiality).
(4) Sejarah OFS mengajarkan/menunjukkan kepada kita kesalahan-kesalahan di masa lampau yang tidak pernah boleh diulangi lagi. Sejarah OFS adalah suatu sumber ‘pengetahuan tentang diri sendiri’ yang memampukan kita untuk meneladani/mengikuti jejak dari begitu banyak saudari/saudari kita yang dari masa ke masa menghayati cita-cita tertinggi panggilan kita.
(5) Sejarah OFS dapat mengajar kita bagaimana secara konkret menghayati panggilan kita sekarang ini, membuat keseimbangan suatu kehidupan alami dan rahmat dalam suatu keadaan modern. Sejarah juga menolong kita untuk menafsir-kembali panggilan kita untuk kehidupan modern, sementara kita tetap setia kepada akar-akar spiritual kita.
(6) Pemahaman sejarah OFS adalah hakiki dalam memampukan kita untuk menghindarkan diri dari program pembinaan/formasi yang abstrak dan tidak riil. Setiap hari, selagi kita melanjutkan perjalanan hidup kita, kita harus mohon hikmat kepada Allah agar dapat menafsirkan tanda-tanda zaman yang memberi petunjuk kepada kita tentang rencana Allah, di sini dan sekarang pada masa kita sendiri dan dalam kesinambungan dengan rencana orisinal yang diberikan kepada Santo Fransiskus dan keluarga Fransiskan.
Sedikit catatan mengenai panggilan dan kharisma. Allah memanggil kita masing-masing sebagai pribadi, itu namanya panggilan pribadi (Inggris: individual vocation). Panggilan kepada para pendiri ordo atau pelopor gerakan dalam Gereja dinamakan panggilan teladan (Inggris: exemplary vocation), suatu panggilan Allah untuk kepentingan kehidupan Gereja. Kharisma yang dianugerahkan Allah kepada Santo Fransiskus disebut kharisma konstitutif (constitutive charism) yang dimaksudkan untuk berlanjutnya kehidupan Gereja dan bagaimana kharisma ini dan misi terus hidup dalam sejarah melalui para pengikut Santo Fransiskus. Inilah bagaimana kita sebagai para Fransiskan sekular secara langsung terlibat dalam sebuah proyek yang sesungguhnya sangat akrab berhubungan dengan proyek Santo Fransiskus, sebuah ‘proyek’ yang dimaksudkan oleh Allah demi kemanusiaan yang lebih baik. Singkatnya, menjadi akrab dengan akar-akar kita sendiri akan memampukan kita untuk membuat sejarah dalam arti sebenar-benarnya, seturut kehendak Allah demi kesejahteraan saudara-saudari kita dalam keluarga manusia seluruhnya.
NOVITAS FRANCISCANA
Catatan awal: Kata Latin novitas dalam bahasa Inggris berarti novelty, sesuatu yang baru! Kalau kita berbicara mengenai Novitas Franciscana, maka yang dimaksudkan adalah unsur-unsur baru dan hakiki yang diperkenalkan oleh Santo Fransiskus dari Assisi dalam Eklesiologi (Teologi tentang Gereja) pada masanya dan dalam kehidupan religius.
Fransiskus dari Assisi memperkenalkan ke dalam kehidupan Gereja dan dunia sesuatu yang baru dan orijinal, yang selama ini belum cukup dihargai. Kita perlu sadar sepenuhnya tentang hal ini supaya dapat memahami dan menghargai sepenuhnya peranan kita sebagai para pengikut Santo Fransiskus yang otentik. Kebesaran Novitas dapat kita baca dari beberapa kesaksian sebagai berikut:
“Kita belum pernah secara cukup melakukan refleksi atas terobosan dan hal-hal baru yang diperkenalkan oleh Santo Fransiskus ke dalam Gereja dan dunia pada zamannya, dan ketiadaan pemahaman tentang dinamisme inovatif baru dari ‘novitas franciscana’ di antara para pengikutnya harus memberikan kepada kita peringatan secara terus menerus. Ketiadaan pemahaman itu pada kenyataannya diejahwantahkan dalam banyak dan bermacam-macamnya bentuk-bentuk hidup Fransiskan yang telah dilembagakan, yang tidak selalu menunjukkan kesetiaan pada spiritualitas dan misi Fransiskan di dalam Gereja.”
[Andrea Boni OFM, La Novitas Franciscana]
“Setelah Kristianitas sendiri, gerakan Fransiskan adalah pencapaian populer terbesar yang tercatat dalam sejarah.”
[E. Renan, Nouvelles études d’histoire religeuse, Paris 1884]
“Santo Fransiskus berhasil melakukan sebuah langkah besar dalam Kristianitas, sebuah langkah yang belum cukup diakui: dia berhasil dalam memperkenalkan massa populer ke dalam agama.”
[Chateaubriand, Mémoires a’outre-tombe, 1803-1846]
“Santo Fransiskus menyelamatkan Gereja pada abad ke-13, dan rohnya tetap hidup secara luarbiasa sejak waktu itu sampai hari ini. Kita membutuhkan dia. Apabila kita sungguh memiliki hasrat untuk itu, maka dia akan datang kembali.”
[Paul Sabatier, Etudes inédites sur St. François d’Assise, Paris 1932]
“OFS adalah masterpiece dari semua rekonstruksi moral dan sosial yang telah dicapai oleh Santo Fransiskus.”
[Pater Luciano Canonici, Studi e testi sul TOF, Roma, 1967]
Terutama tentang Novitas inilah kita harus berbicara, karena di sinilah kita menemukan akar-akar kita. Akar-akar yang bagi kita para Fransiskan sekular yang sedikit banyak telah berangsur-angsur menjadi semakin jauh dan hilang, karena perubahan/pergantian yang telah terjadi dalam sejarah telah membawa dampak kepada kita dan yang telah memuncak pada apa yang kita kenal sebagai ‘obedientialitas’ atau ‘dibawah ketaatan’. Seperti kita telah ketahui sejak tahun 1471 sampai 1978 Ordo Ketiga Fransiskan ditempatkan di bawah pengaturan para religius dari Ordo Pertama dan TOR.[5] Praktis Ordo Ketiga sekular terpecah menjadi 4 cabang, masing-masing di bawah ketaatan salah satu dari empat ordo ini: OFM, OFMCap., OFMConv. dan TOR. ‘Obedientialitas’ ini tetap membuat kita terhubungkan dengan Keluarga Fransiskan, namun menjadi salah satu penyebab hilangnya pemahaman otentik tentang gerakan kita sendiri dalam keluarga Fransiskan dan dalam Gereja.
Konsili Vatikan II (1962-1965) telah memperbaharui model tentang Gereja. Konsili telah mengembalikannya kepada kemurniannya yang orijinal dan pada saat sama membuat proyeksi ke milenium ke-3. Refleksi Konsili tentang Gereja meneguhkan kembali panggilan universal kepada kekudusan bagi semua pengikut Kristus berdasarkan rahmat baptisan yang fundamental, tanpa membeda-membedakan apakah dia seorang rohaniwan, biarawan/biarawati atau orang awam biasa.[6] Hal ini telah membawa kepada perkembangan teologi tentang awam (theology of the laity), dalam perspektif Teologi Gereja sebagai persekutuan (Ecclesiology of Communion). Dalam eklesiologi komunio ini relasi antara para uskup, imam dan diakon, antara para Gembala dan seluruh Umat Allah, antara para klerus, awam dan Religius, antara asosiasi-asosiasi dan gerakan-gerakan gerejawi, semua harus dengan jelas dicirikan oleh persekutuan.
Pendekatan dan praktek eklesiologis Vatikan II ini sebenarnya sudah ada pada dasar Novitas Franciscana pada waktu diperkenalkan (di bawah inspirasi ilahi) oleh Santo Fransiskus ke dalam Gereja pada masa hidupnya di abad ke-13. Dapat dikatakan, bahwa Fransiskus mengantisipasi teologi Vatikan II, yaitu kembali kepada kemurnian Injil yang orisinal, dia melakukan restorasi dan memperbaharui Gereja, mengakui kewargaan penuh untuk semua aggota gerejawi (klerus, religus perempuan/laki-laki dan kaum awam) untuk bersama-sama bertanggung-jawab menyebarkan Injil Kristus.
Dengan Fransiskus diresmikanlah suatu bentuk baru kehidupan religius, yaitu kehidupan Apostolik, yang bersama dengan bentuk-bentuk yang sudah ada (monastik, eremit & kanonik) memberikan kelengkapan dan soliditas kepada bentuk-bentuk hidup religius yang berbeda-beda.
Kehidupan apostolik Santo Fransiskus dan pengikut-pengikutnya yang pertama dimulai dengan pengalaman pertobatan (conversio) yang terdiri dari (1) transformasi batiniah secara pribadi (personal interior transformation), yang dilanjutkan dengan pencerahan pribadi kepada orang-orang lain (personal illumination to others), jadi bertobat dan mewartakan pertobatan (being converted and preaching conversion). Bagi Fransiskus, pertobatan batiniah berarti mengakui martabat kebapaan universal dari Allah atas seluruh ciptaan dan mengakui persaudaraan universal umat manusia dengan keseluruhan tatanan ciptaan. Fransiskus dan teman-temannya (pengikut-pengikutnya) pertama-tama dikenal sebagai ‘para pentobat dari Assisi’.
Dengan Fransiskus, kehidupan monastik kontemplatif perempuan menemukan suatu pengungkapan baru (yang Fransiskan) melalui Klara dari Assisi – the Poor Clares – yang mengabdikan diri kepada kemiskinan total dalam meniru Allah yang telah melepaskan segalanya.
Dengan Fransiskus, maka gerakan para pentobat menemukan daya pendorongnya, energi yang baru, dan kharisma Fransiskus yang luarbiasa membawa Injil Kristus ke dalam setiap aspek kehidupan manusia.
Trilogi Fransiskan (Franciscan Trilogy) mengambil bentuk dan dengan demikian keluarga Fransiskan mengantisipasi teologi Konsili Vatikan II.
Fransiskus kembali ke belakang untuk menyiapkan jalan ke depan. Apakah maksudnya? Dia kembali kepada nilai-nilai Injili dan kepada pengalaman rasuli Gereja perdana, untuk memulihkan kabar abadi Injil Kristus, yang selalu ter(di)tutup oleh struktur-struktur (buatan) manusia yang tentunya cenderung untuk menutupi hal-hal yang hakiki (BL, hal. 3).
Fransiskus memulihkan profesi religius, yaitu kembali kepada karakternya sebagai hubungan pribadi sang religius dengan Kristus, layaknya seorang mempelai-Nya bukannya suatu ketaatan kepada lembaga-lembaga buatan manusia. Novitas Fransiskan memperbaharui dan menegaskan kembali di dalam Gereja bentuk kehidupan yang sama seperti yang ditunjukkan oleh Kristus kepada para rasul: Yesus memanggil mereka untuk mengikut Dia, masing-masing dipanggil dengan namanya[7] [lihat Yes 41:25; 43:1; 45:4].
Itinerancy atau keberadaan yang selalu bergerak (Inggris: being always on the move) dilahirkan kembali, dan Fransiskus dan para pengikutnya yang pertama menelusuri jalan-jalan di muka bumi mewartakan Kabar Baik Yesus Kristus dan menyerukan pertobatan; seakan-akan Kristus yang kembali ke bumi dengan para rasul-Nya. Fransiskus memang layak dinamakan seorang alter Christus.
Persaudaraan (INGGRIS: Fraternity; LATIN: Fraternitas) sebagai suatu nilai Injili yang bersifat hakiki bagi siapa saja yang ingin mengikut Kristus, diberikan sebuah peranan sentral oleh Fransiskus, dengan meneladan pengalaman dan contoh Kristus dan para rasul-Nya. Dalam kaitan ini kata-kata Kardinal Roger Etchegaray memberi pencerahan, yaitu yang diucapkan beliau pada perayaan Yubileum Agung Fransiskan di Basilik Santo Yohanes Lateran pada tanggal 9 April 2000:
“untuk mendidik umat manusia mengenai sebuah bentuk kehidupan persaudaraan – ini adalah mimpi gila, proyek yang berani, suatu program Fransiskus dan para pengikutnya pertama yang penuh ketetapan hati. Melalui hidupnya sendiri Fransiskus menunjukkan bagaimana persaudaraan Injili – jauh dari sebuah mimpi utopia – dapat dihayati dari hari ke hari; orang-orang dengan latar belakang berbeda hidup bersama, bebas dari kecenderungan apa pun untuk mendominasi.
…… Kontak langsung dengan Injil yang dihayati secara penuh dan harfiah (sine glossa) memprovokasikan suatu ledakan persaudaraan yang bersifat menular dan penuh sukacita di sekitar Fransiskus.
Persaudaraan Fransiskan muncul sebagai suatu imaji profetis (gambaran kenabian) dari kemanusiaan di mana setiap orang diakui dan diterima secara penuh sebagai seorang saudara atau saudari; di mana Injil telah memulihkan catatan mesianis yang penuh sukacita dan telah kembali menjadi pengharapan dunia ……
Cakrawala persaudaraan dalam ukuran sepenuhnya ditemukan dalam “Nyanyian (Kidung) Saudara Matahari” di mana persaudaraan umat manusia memberikan jalan kepada persaudaraan kosmis (cosmic fraternity), tidak hanya memberikannya suatu watak/karakter ekologis, tetapi juga suatu solidaritas akrab (atau pertalian kekerabatan) dengan segenap ciptaan.
Tidak pernah kharisma Fransiskan mempunyai kesempatan/peluang yang lebih besar untuk membawa Kristus yang total kepada sebuah dunia yang sudah dilanda ketakutan terhadap suatu solidaritas global sedemikian, yaitu solidaritas semua orang tanpa mengecualikan siapa pun juga. Suatu persaudaraan universal, suatu solidaritas universal yang tidak selektif (tidak milih-milih) sesuai dengan kepentingan atau kenyamanan sendiri dari orang-orang: kami memilih teman-teman dan bukan saudara dan saudari, yang membuat persaudaraan menjadi penuh beban karena sifatnya yang tak dapat dihilangkan.”
Sekarang, di atas struktur terdesentralisasi dari kehidupan religius yang sudah ada ditambahkanlah struktur Fransiskan yang tersentralisasi (ada minister jenderal, minister provinsial, gardian) yang secara langsung siap melayani Gereja Universal: sebuah persaudaraan apostolik untuk seluruh dunia, tidak terikat pada teritori tertentu, dan secara langsung tergantung pada Sri Paus sebagai pimpinan Gereja.
Dalam keluarga Fransiskan, pewartaan Kabar Baik dipercayakan kepada para anggotanya yang klerus maupun yang awam.
Andrea Boni OFM mengatakan bahwa Novitas Franciscana ini memiliki keagungan/kemuliaan yang tidak sepenuhnya dipahami dalam realitasnya yang penuh. Praktis semua tarekat/ordo yang didirikan setelah Konsili Lateran ke IV – dengan sedikit kekecualian dalam dunia kerahiban (monastik), mengambil peraturan hidup mereka dari Peraturan Hidup Fransiskan yang bersifat apostolik itu.[8]
Salib San Damiano. Salib San Damiano mempercayakan sebuah misi kepada Fransiskus: “Fransiskus, pergilah dan perbaikilah rumah-Ku, yang seperti kaulihat bobrok seluruhnya ini!” [LegMaj II:1; lihat juga K3S 113]. Untuk memampukan Fransiskus melaksanakan misinya, Kristus melakukan karya indah dalam dirinya, yaitu ‘mengubah dirinya menyerupai Kristus, baik pada waktu hidup maupun kematiannya’ (lihat LegMaj XIV:4); dan agar dapat melanjutkan misi itu, Kristus memberi inspirasi kepadanya untuk membangun ‘tiga barisan orang-orang pilihan’ (1Cel 37).
FRANSISKUS ADALAH PENDIRI DARI TIGA ORDO
Bala tentara berlapis tiga. Sebelum kita membicarakan ketiga ordo yang didirikan oleh Fransiskus, baiklah kita merujuk kepada tulisan Santo Bonaventura tentang saat-saat sebelum pertobatan Fransiskus. Dalam tidurnya, oleh kemurahan Ilahi diperlihatkan kepadanya istana yang indah dan besar dengan perlengkapan senjata yang ditandai dengan lambang salib Kristus. Dengan itu Tuhan mau menyatakan, bahwa belaskasihan yang ditunjukkan-Nya kepada ksatria miskin demi cintakasih kepada Raja yang Mahatinggi itu akan dibalas dengan anugerah yang tiada tara bandingnya. Dari sebab itu ketika Fransiskus menanyakan kepunyaan siapa kesemuanya itu, maka jawaban dari pihak Ilahi menyatakan, bahwa kesemuanya itu akan diperuntukkan bagi dia serta ksatria-ksatrianya” (LegMaj I:3; bdk. K3S 5).
Para ksatria Fransiskus inilah yang kelak mengambil wujud tiga ordo, yaitu Ordo Saudara Dina yang terdiri dari para imam dan saudara awam (Ordo I), Ordo Santa Klara (Ordo II terdiri dari para perempuan kontemplatif) dan Ordo Para Pentobat (Ordo III, terdiri dari laki-laki dan perempuan awam dan juga para rohaniwan non-biarawan atau imam praja). Dalam terjemahan Pater Wahjosudibjo OFM atas 1Cel 37 ketiga ordo itu disebut ‘tiga barisan orang pilihan’; sedangkan dalam terjemahan-terjemahan bahasa Inggris disebut sebagai the threefold army – ‘bala tentara berlapis tiga’; sebuah terjemahan yang lebih mengena karena menjadi keluarga Fransiskan memang bukanlah untuk santai-santai dan happy-happy, karena menjadi orang pilihan, melainkan bagaikan serdadu/tentara yang harus terjun ke medan tempur sebagai pasukan Kristus dalam upaya menegakkan kerajaan Allah di dunia ini.
Fransiskus telah mewariskan misi dan kharisma-nya kepada ketiga ordo yang didirikannya. Raison d’être dari Fransiskus dan keluarga rohaninya terletak pada misi ini. Paus Paulus VI (1963-1978) meneguhkannya, ketika beliau mengucapkan sambutannya pada Kapitel Jenderal OFM pada tanggal 23 Juni 1967: “Visi [penglihatan] Paus Innocentius III tentang Fransiskus yang menopang Basilik Lateran, yaitu Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus, pengungkapannya yang historis, sentral, hierarkhis dan Katolik, telah meramalkan panggilan dan misi keluarga Fransiskan yang besar.”
Ordo Pertama (apostolik) bagi Santo Fransiskus merupakan suatu pengalaman yang seluruhnya baru, sedangkan untuk Ordo Kedua (monastik) dan Ordo Ketiga (pertobatan) Fransiskus menghidupkan kembali sesuatu yang sudah ada.
Ordo para Pentobat praktis sama tuanya dengan Gereja sendiri (BL, hal. 5). Santo Fransiskus memandang dengan penuh hormat segala lembaga gerejawi yang ada dan dia tidak akan campur tangan dengan urusan lembaga-lembaga gerejawi yang menampung/menangani para pentobat, sekiranya para pentobat tidak merasa tertarik kepada bentuk baru kehidupan religius yang apostolik sifatnya, seperti diungkapkan secara konkret-meyakinkan lewat pengajaran dan teladan yang diberikan oleh Fransiskus sendiri. Para pentobat baru inilah yang ingin mengkaitkan pembaharuan pertobatan mereka dengan nama Fransiskus dan spiritualitasnya. Di bawah bimbingan Fransiskus para pentobat baru ini berkembang menjadi apa yang dikenal sebagai ‘Ordo para Pentobat Fransiskan’.
Dengan demikian, para pentobat Fransiskan ini mempunyai ciri spesifik, yaitu menjadi pengungkapan sekular dan awam tentang pengalaman religius-apostolik dari Santo Fransiskus, sebagaimana para suster Klaris menjadi pengungkapan kehidupan biara monastik feminin.
Sebagai konsekuensinya, para pentobat Fransiskan (dan itu termasuk kita, para Fransiskan sekular pada zaman modern ini) adalah orang-orang Kristiani awam yang mempunyai komitmen terhadap hidup Injili, yang sepenuhnya menanggapi panggilan untuk mengikut Kristus, yang dina, miskin dan tersalib, seperti juga para saudara dari Ordo Pertama dan para saudari dari Ordo Kedua, dalam status kehidupan mereka masing-masing sebagai umat awam.
Para Fransiskan sekular bukanlah ‘religius’ dalam artiannya yang ketat, namun mengucapkan janji lewat Profesi-religius yang benar serta layak dan pantas, untuk menjadi saksi atas kuasa penyelamatan yang baru dari Injil, sementara mengasosiakan diri mereka dengan kerasulan (apostolat) para saudara dina Ordo Pertama dan dengan hidup kontemplatif para saudari Ordo Kedua.
Ordo ketiga memang didirikan oleh Fransiskus. Hal ini memang masih diselidiki terus oleh para pakar. Dalam tulisannya, Benedetto Lino OFS mengungkapkan bahwa memang ada beberapa sejarawan yang berpendapat bahwa Fransiskus tidak mendirikan sebuah ordo para pentobat sekular. Ada juga orang-orang yang meminimalisir peranan para pentobat sekular Fransiskan dalam proses pendiriannya, dan dalam menentukan ciri-ciri spiritual dan yuridis dari ordo mereka. Menurut Sdr. Benedetto, semua ini jelas tidak benar. Yang benar adalah, bahwa: (1) Fransiskus adalah pendiri Ordo Pentobat Fransiskan; (2) Ketiga ordo dalam keluarga Fransiskan mempunyai asal-usul pendirian yang independen satu sama lain, sementara pada saat bersamaan menjadi bagian dari proyek (Fransiskus) yang sama; (3) Para pentobat sekular ini telah memainkan sebuah peranan yang hakiki dalam menentuikan status yuridis mereka sendiri dan dalam perkembangan sejarah mereka (BL, hal. 5).
Pada akhir abad ke-19 ada pandangan dari K. Müller [1885] dan P. Mandonnet [1898], yang mengatakan bahwa pada awalnya ada sejumlah pentobat yang berkelompok di sekeliling Fransiskus; kemudian bertentangan dengan keinginan sang pendiri (Fransiskus), sebagian (laki-laki) memisahkan diri menjadi kaum religius dengan nama para Saudara Dina dan sebagian lagi (perempuan) menjadi para tuan puteri San Damiano (suster-suster Klaris). Pandangan seperti ini sudah tidak diterima. Sebuah pandangan yang bertentangan dengan ini datang dari seorang Dominikan yang bernama G.G. Meersseman [1961]. Setelah melakukan perbandingan atas banyak dokumen kepausan yang menyangkut gerakan pertobatan dari tahun 1221 dan seterusnya, dia berkesimpulan bahwa meskipun seandainya Fransiskus bukan merupakan pendiri ordo ketiga ini, paling sedikit dia pantas diberikan pengakuan karena menanamkan vitalitas baru kepada kelompok-kelompok pentobat yang sudah ada, dengan dorongan untuk pembaharuan Injili (LIA, hal. 477).
Ordo Ketiga Fransiskan bukanlah gerakan pertobatan orang-orang sekular yang pertama. Pada tanggal 3-5 Juli 1972, di kota Assisi diselenggarakan Convegno di Studi Francescani, dalam konvensi mana dipresentasikan sejumlah studi perihal kefransiskanan (lihat LIA, catatan kaki no. 4, hal. 485). Dari berbagai studi itu para pakar mengambil kesimpulan sebagai berikut: Sudah lama sekali terdapat kelompok-kelompok para pentobat, yang tidak hanya merupakan suatu produk disiplin pertobatan Gereja, melainkan juga suatu komitmen bersifat komunal – propositum – untuk mencapai kesempurnaan Injili. Jadi pada akhir abad ke-12 ordo clericorum [ordo para klerus] dan ordo monachorum [ordo para rahib biara monastik] yang sudah ada ditambah lagi dengan ordo paenitentium [ordo para pentobat], yang diberikan pengakuan resmi oleh Gereja. Pada kenyataannya, Fransiskus dan para pengikutnya yang awal, sebelum menerima pengesahan dari Sri Paus atas peraturan hidup mereka, menyebut diri mereka ‘Para Pentobat dari Assisi’. Beberapa kelompok ini menempatkan diri mereka di bawah pengarahan sebuah biara monastik, atau bergabung dengan lembaga-lembaga regular baru seperti para Premonstratensian atau Humiliati, dengan membentuk ‘ordo ketiga’ yang terdiri dari orang-orang awam yang menikah atau hidup membujang.
Komitmen untuk melakukan pertobatan (conversio) para pentobat ini menyangkut serangkaian penolakan terhadap hal-hal tertentu, mengenakan jubah khusus, lebih ketat dari orang awam biasa dalam hal puasa dan frekuensi penerimaan sakramen-sakramen dll. Para paus seperti Innocentius III, Honorius III memang dibuat sibuk menjaga agar gerakan para pentobat itu kompak dan imun terhadap pengaruh gerakan-gerakan bid’ah pada masa itu.
Pengaruh dari Fransiskus dan Ordonya. Akan tetapi ada satu kebenaran sejarah terjadi: Gerakan para pentobat ini sekarang muncul sebagai suatu fenomena baru di bawah ‘pengaruh yang memiliki daya revitalisasi’ dari Fransiskus dan Ordonya. Umat Kristiani awam yang tinggal di berbagai tempat di Italia mulai mengungkapkan hasrat mereka akan suatu bentuk Kekristenan/Kristianitas yang lebih radikal. Sekularitas inilah yang membedakan persaudaraan-persaudaraan Fransiskan dengan kelompok-kelompok para pentobat yang ada sebelumnya, bahkan dengan kaum Humiliati (Umiliati).[9]
Damien Vorreux OFM dan Aaron Pembleton OFM, dalam bukunya A SHORT HISTORY OF THE FRANCISCAN FAMILY, menulis bahwa memang benar Umbria dan juga seluruh Italia telah mempunyai kelompok-kelompok pentobat sebelum Fransiskus (naik ke panggung sejarah), namun mereka tidak memiliki mentalitas ataupun orijinalitas seperti yang ditunjukkan Fransiskus lewat pembentukan keluarga Fransiskan. Kalaupun Fransiskus ‘meminjam’ sesuatu dari orang-orang yang mendahuluinya, dia tetap tidak berkurang nilainya sebagai pendiri yang benar dan asli dari Ordo Ketiga dalam keluarga Fransiskan, seperti halnya dia adalah pendiri Ordo Pertama dan Kedua (lihat DV, hal. 10).
Bulla Kepausan ‘resmi’ pertama yang dengan jelas mengakui Santo Fransiskus sebagai pendiri Ordo Pentobat Fransiskan adalah Supra Montem tahun 1289 dari Paus Nikolaus IV (1288-1292). Namun setengah abad sebelum itu, yaitu pada tahun 1238, Paus Gregorius IX (1227-1241) menyebutkan ketiga ordo yang didirikan oleh Santo Fransiskus dalam suratnya kepada Agnes dari Bohemia. Dalam surat itu Sri Paus (sebelum itu bernama Kardinal Hugolinus/Ugolino) menyebutkan ketiga ordo tersebut, yaitu “para Saudara Dina, para Suster di biara tertutup, dan para Pentobat.” Testimoni ini sangat berharga karena datang dari seseorang yang banyak terlibat secara langsung dalam perkembangan Ordo Fransiskan sejak awal, sebagai Kardinal Pelindung.
Thomas dari Celano menggambarkan secara eksplisit peranan Santo Fransiskus dalam kebangkitan cita-cita kekudusan yang sungguh asli sekular. Pada tahun 1239, dalamVita prima, dia menulis:
“Di mana-mana menggemalah syukur dan lagu pujian, sehingga banyak orang, setelah melepaskan kekhawatiran-kekhawatiran duniawi, dengan berpedoman pada cara hidup dan ajaran bapak Fransiskus memperoleh pengenalan diri sendiri yang wajar dan berhasrat mencintai dan menghormati Sang Pencipta. Banyak dari antara rakyat, bangsawan dan orang biasa, rohaniwan dan awam, berkat ilham Ilahi mulai menggabungkan diri dengan Fransiskus, karena ingin menjadi ksatria Kristus untuk selama-lamanya di bawah pimpinan dan bimbingannya. Bagaikan sungai yang meluapkan rahmat surgawi, hamba Allah yang suci itu menyirami mereka sekalian dengan hujan karunia dan menghiasi ladang-ladang hati mereka dengan bunga-bunga keutamaan. Memang ia adalah seniman ulung; karena nama harumnya tersiar luas, maka sekadar teladan, cara hidup dan ajarannya Gereja Kristus diperbaharui dalam diri kaum laki-laki maupun perempuan dan ‘bala tentara berlapis tiga’ maju dengan jayanya. Mereka sekalian diberinya pedoman hidup, dan kepada setiap tingkatan ditunjukkannya dengan sungguh-sungguh jalan menuju keselamatan (1Cel 37).
Dalam tulisannya di atas Beato Thomas dari Celano menggambarkan kegiatan Fransiskus di Lembah Spoleto, setelah Fransiskus memperoleh pengesahan lisan untuk peraturan hidupnya dari Paus Innocentius III. Gema dari tulisan Thomas dari Celano dalam ini terasa sekali dalam Legenda Major dari Santo Bonaventura:
“Ia menjelajahi kota-kota dan kampung-kampung dan mewartakan kerajaan Allah dengan perkataan, yang bukannya diajarkan oleh hikmat manusia, melainkan oleh kekuatan Roh. Bagi orang yang melihatnya, dia tampaknya seperti seorang dari dunia lain, justru karena pikiran serta wajahnya selalu terarah ke surga, sementara dirinya berusaha menarik semua orang ke atas. Oleh karenanya kebun anggur Kristus mulai tumbuh harum semerbak bagi Allah, dan setelah menampilkan bunga-bunga yang sedap, terhormat dan mulia, lalu menghasilkan buah yang berlimpah-limpah. Nah, amat banyak orang yang dikobar-kobarkan hatinya oleh kehangatan khotbahnya, lalu mewajibkan diri kepada peraturan-peraturan baru pertobatan seturut tata-hidup yang diberikan oloeh hamba Allah. Maka hamba Kristus memutuskan untuk menamakan cara hidup itu sebagai Ordo Saudara-saudara Pertobatan (LegMaj IV:5-6).
Penggambaran yang lebih eksplisit dapat ditemukan dalam ‘Kisah Tiga Sahabat’ yang bunyinya seperti berikut:
“Demikianpun orang beristeri atau bersuami yang tidak dapat melepaskan diri dari hukum perkawinan, atas nasihat penyelamatan para saudara, dengan lebih saksama menekuni pertobatan di rumahnya sendiri. Dengan demikian, karena pengantaraan Fransiskus, seorang penyembah sempurna Allah Tritunggal, Gereja diperbaharui dalam tiga tarekat. Itu dilambangkan oleh perbaikan tiga gereja dahulu. Masing-masing tarekat pada waktunya diperteguh oleh Bapa Suci” (K3S 60).
Banyak contoh yang menggambarkan bagaimana orang-orang, setelah memperoleh bimbingan serta wejangan dari para Saudara Dina, kemudian merangkul suatu kehidupan Injili yang radikal tanpa meninggalkan keluarga mereka. Sebuah kasus yang patut dikemukakan di sini adalah kampung di Greccio, di mana para penduduknya dapat dikatakan menyatu dengan semangat Fransiskan, sampai-sampai mereka membentuk sebuah komunitas doa dengan semangat Injili di sekitar tempat kediaman sederhana para saudara dina yang terletak di tempat terpencil.[10]
FIORETTI juga melukiskan dengan indah sekali bagaimana penuh gairah penduduk di Cannara, baik laki-laki maupun perempuan, yang setelah dibakar oleh kata-kata yang diucapkan Fransiskus dalam khotbahnya, secara sukarela ingin meninggalkan rumah mereka untuk kemudian mengikuti dia. Namun orang kudus kita ini menahan mereka dan berkata kepada mereka, “Jangan tergesa-gesa dan jangan pergi dari sini! Saya akan menerangkan apa yang harus kamu perbuat untuk keselamatan jiwamu.” Ketika itulah diputuskannya untuk mendirikan Ordo Ketiga demi keselamatan universal semua orang. Lalu ditinggalkannya mereka dalam keadaan amat terhibur dan siap untuk menjalankan ulah tapa. Ia (Fransiskus) melanjutkan perjalanannya ke suatu tempat antara Armano dan Bevagno (kalau mungkin bacalah keseluruhan FIORETTI, 16; dalam edisi Sekafi 1997, hal. 71-76; bacalah juga OE, hal.195 dsj.).
Seorang penulis modern Italia yang mendalami kefransiskanan, Arnaldo Fortini, melukiskan secara indah apa yang terjadi pada diri orang banyak setelah bertemu dengan Fransiskus dan mendengarkan khotbahnya.
When Francis had finished speaking, not only some (as was usual) but all of the men and women wanted to join him. Without regret they would leave their beloved homes, their warm hearths, the walls they had fought over, the clear water of the river, their moist furrows, their flocks and herds. All were ready to forget, just as in the hour of dying, their work, their affections, hopes and memories, their seeding and harvesting, their mill, meadow lands and woodlands, the soothing sound in the long night hours of a shuttle on the loom. They were ready to put behind them the hill fragrant with juniper, the romantic songs of May, the rows of poplars whispering along the riverbed. Joining Francis in his mission was more important than their loves and marriages, their tender little ones and white-haired old men and the dead asleep in the church. All these things they would joyfully give to bring into reality the beautiful dream that the words of the man of Assisi had opened to them (AF, hal. 518-519).
Tulisan-tulisan di atas, khususnya yang kuno, dengan jelas mengungkapkan tidak hanya peranan menentukan yang dimainkan oleh Fransiskus dalam memberi dorongan kepada gerakan pertobatan di abad ke-13, di samping tentunya pedoman/peraturan hidup yang ditetapkannya dan bimbingan-bimbingan yang diberikannya kepada kaum awam, dengan memberikan kepada mereka juga suatu rencana untuk suatu kehidupan Injili.
Sayangnya kita tidak mempunyai satu copy-pun dari pedoman/peraturan hidup untuk Ordo Ketiga ini. Yang kita ketahui hanyalah pendapat para ahli bahwa pedoman/ peraturan hidup ini sederhana, yang diambil dari kata-kata dalam kitab Injil, seperti yang telah dilakukan sebelumnya untuk para Saudara Dina (Ordo I) dan para suster Klaris (Ordo II) (lihat LC, hal. 129).
Barangkali, seperti juga yang dilihat oleh Kajetan Esser OFM, kita melihat dalam ‘Surat Pertama kepada Kaum Beriman’ (1SurBerim) yang ditulis oleh Fransiskus entah kapan, serangkaian nasihatnya kepada para Saudara dan Saudari Pertobatan. Kalau begitu, ini adalah bukti terbaik yang kita miliki tentang kesadaran penuh Fransiskus akan posisinya sebagai sang pendiri Ordo (lihat LIA, hal. 479).
DAFTAR KEPUSTAKAAN
- Lazaro Iriarte de Aspurz OFMCap. (Translated from the Spanish by Patricia Ross), FRANCISCAN HISTORY: THE THREE ORDERS OF ST. FRANCIS OF ASSISI (asli: HISTORIA FRANCISCANA), Chicago, Illinois: Franciscan Herald Press, 1983. [LIA]
- Santo Bonaventura (terjemahan Pater Y. Wahyosudibyo OFM), Jakarta: Sekafi, Januari 1990. [LegMaj]
- Matthew Bunson, OUR SUNDAY VISITOR’S ENCYCLOPEDIA OF CATHOLIC HISTORY, Huntington, Indiana: Our Sunday Visitor, Inc., 1995. [MB]
- Msgr. Leon Cristiani (Translated from the French by M. Angeline Bouchard), SAINT FRANCIS OF ASSISI (asli: SAINT FRANÇOIS D’ASSISE), Boston, MA: the Daughters of St. Paul, 1983. [LC]
- Thomas dari Celano (terjemahan Pater J. Wahjasudibja OFM), ST. FRANSISKUS DARI ASISI, Jakarta: Sekafi, Oktober 1981. [1Cel dan 2Cel]
- Omer Englebert (Translated from the German by Eve Marie Cooper), SAINT FRANCIS OF ASSISI: A BIOGRAPHY, Ann Arbor, Michigan: Servant Books Edition, 1979. [OE]
- Arnaldo Fortini (Translated from the Italian by Helen Moak), FRANCIS OF ASSISI, New York, NY: The Crossroad Publishing Company, 1981. [AF]
- FIORETTI DAN LIMA RENUNGAN TENTANG STIGMATA SUCI [Saduran bebas dari buku THE LITTLE FLOWERS OF SAINT FRANCIS WITH FIVE CONSIDERATIONS ON THE SACRED STIGMATA by Leo Sherley-Price] Jakarta: Sekafi, 1997 (Cetakan Pertama). [Fioretti]
- Cletus Groenen OFM (Penerjemah, pemberi Pengantar dan Catatan), KISAH 3 SAHABAT – Riwayat Hidup Santo Fransiskus dari Asisi, Jakarta: Sekafi, 2000. [K3S]
- Marion A. Habig OFM (Editor), ST. FRANCIS OF ASSISI – WRITINGS AND EARLY BIOGRAPHIES – English Omnibus of the Sources for the Life of St. Francis, Quincy, Illinois: Franciscan Press – Quincy College, 1991 (4th Revised Edition). [OMNIBUS]
- Benedetto Lino OFS, THE HISTORY OF THE SECULAR FRANCISCAN ORDER AND OF ITS RULE dalam FORMATION MANUAL FOR FORMATORS FOR INITIAL FORMATION, CIOFS PRESIDENCY, 2008. [BL]
- Raffaele Pazzelli TOR (Translated from the Italian by the author), ST. FRANCIS AND THE THIRD ORDER – THE FRANCISCAN AND PRE-FRANCISCAN PENITENTIAL MOVEMENT (asli: SAN FRANCESCO E IL TERZ’ORDINE: IL MOVIMENTO PENITENZIALE), Chicago, Illinois: Franciscan Herald Press, 1989. [RP]
- Damien Vorreux OFM & Aaron Pembleton OFM, A SHORT HISTORY OF THE FRANCISCAN FAMILY, Chicago, Illinois: Franciscan Herald Press, 1989.[DV]
Perbaikan terakhir tanggal 28 Juli 2010
[1] Tentang ‘gerakan Fransiskan’, dapat dibaca buku yang berjudul WE ARE SENT – A PROGRAM OF STUDY ON THE FRANCISCAN MISSIONARY CHARISM terbitan FRANCISCAN INSTITUTE OF SPIRITUALITY IN INDIA, khususnya hal. 67-80. Dapat dibaca juga David Flood OFM & Thadée Matura OFM [translated from the French La Naissance D’Un Charisme by Paul Schwartz OFM & Paul Lachance OFM], THE BIRTH OF A MOVEMENT, Chicago, Illinois: Franciscan Herald Press, 1975; David Flood OFM, FRANCIS OF ASSISI AND THE FRANCISCAN MOVEMENT, Quezon City, Philippines: FIA Contact Publications, 1989 dll.
[2]
Pengajaran tentang ‘Sejarah Gerakan Fransiskan’ diberikan oleh Pater
Yan Ladju OFM pada hari Minggu tanggal 2 Mei 2010, sedangkan ‘Riwayat
Hidup Santo Fransiskus dari Asisi’ diberikan oleh Pater Alex Lanur OFM
pada hari Sabtu tanggal 27 dan Minggu tanggal 28 Februari 2010.
[3] R. Hardawiryana SJ [Penerjemah], DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI/OBOR, 1993, hal. 123-131.
[4] Terjemahan dari teks bahasa Inggris oleh Marcel Beding dengan judul PARA ANGGOTA AWAM UMAT BERIMAN KRISTUS,Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, November 1989. ‘Panggilan
kepada kekudusan’ ini secara khusus dibahas dalam butir 16 dan 17, hal.
34-39.
[5] Mula-mula Ordo Pertama Observanti dan Konventual; kemudian disusul dengan TOR dan terakhir Ordo Pertama Kapusin.
[6] Dokumen Konsili Vatikan II yang menyangkut masalah kaum awam ini adalah ‘Dekrit APOSTOLICAM ACTUOSITATEM tentang Kerasulan Awam, dalam R. Hardawiryana SJ [Penerjemah], DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, Jakarta:
Dokumentasi dan Penerangan KWI/OBOR, 1993, hal. 339-379. Setiap anggota
OFS harus sungguh akrab dengan dokumen Konsili Vatikan II ini.
[7] Andrea Boni OFM, La Novitas Franciscana nel suo essere e nel suo divenire, diambil dari tulisan Benedetto Lino OFS, THE HISTORY OF THE SECULAR FRANCISCAN ORDER AND OF ITS RULE, hal. 3.
[8] Andrea Boni OFM, Lecture to Secular Franciscans of Latium, Italia, 19 Januari 2001, diambil dari tulisan Benedetto Lino OFS, THE HISTORY OF THE SECULAR FRANCISCAN ORDER AND OF ITS RULE, hal. 4.
[9]
Pada awalnya ini adalah gerakan para pentobat awam, di mulai diLombardy
di tahun 1100’an. Mereka hidup dalam kemiskinan, mati raga yang keras,
mengurusi orang sakit termasuk orang-orang kusta, sementara menyerukan
diadakannya reformasi ekstrim dalam Gereja. Karena penampilan mereka,
mereka sering dilihat orang-orang yang kurang/tidak paham sebagai kaum
bid’ah seperti kaum Kathari atau Waldensi. Oleh karena itu mereka sering
mengalami pengejaran/penganiayaan oleh umat awam maupun pejabat Gereja
yang kurang paham. Konsili Lateran III (1179) melarang kaum Humiliati
untuk berkhotbah. Ketentuan ini dipegah teguh oleh Paus Lucius III, yang
mengekskomunikasikan para pelanggar ketentuan larangan tersebut. Namun
pada tahun 1201 Paus Innocentius III mengakui keberadaan para Humiliati,
mendirikan tiga ordo, yaitu untuk (1) para kanon, (2) para suster dan
juga (3) para awam yang menikah maupun bujangan. Para Humiliati bersama
para Fransiskan memperoleh dukungan populer dari masyarakat. Namun
karena perkembangannya yang kemudian tidak baik, dengan sebuah bulla
dalam bulan Februari 1571, Paus Pius V membubarkan ordo Humiliati ini
(MB, hal. 418; RP, hal. 59-61).
[10] Legenda Perugia, 34 yang dapat dibaca dalam OMNIBUS, hal. 1011-1013; disinggung juga dalam LIA, hal. 479.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar